Cari dengan kata kunci

Benteng_Speelwijk_12001.jpg

Kabar Cagar Budaya dari Banten Bernama Benteng Speelwijk

Dulunya adalah benteng pertahanan di Banten, Benteng Speelwijk kini terancam punah.

Pariwisata


Pada zaman penjajahan Belanda, terdapat beberapa benteng pertahanan yang dibangun di wilayah Jakarta dan Banten sebagai bagian dari upaya mereka untuk menguasai dan menjaga kekuasaan di Indonesia. Dua benteng yang terkenal adalah Benteng Batavia di Jakarta dan Benteng Speelwijk di Banten.

Di Banten, Benteng Speelwijk terletak di wilayah yang merupakan pusat kerajaan Banten pada masa itu. Benteng ini didirikan pada abad ke-17 sebagai bagian dari sistem pertahanan Belanda di wilayah tersebut.

Berbeda dengan Benteng Batavia yang memiliki peran strategis dalam menjaga dan mengendalikan perdagangan rempah-rempah di daerahnya, Benteng Speelwijk ditujukan melindungi jalur perdagangan Belanda dan mengendalikan akses ke pelabuhan Banten. Benteng Speelwijk menghadap ke laut dengan bentuk yang unik yakni struktur berbentuk segitiga.

Benteng Speelwijk ditujukan melindungi jalur perdagangan Belanda dan mengendalikan akses ke pelabuhan Banten.

Namun, ternyata benteng ini tidak semata-mata dibangun untuk menghadapi serangan laut berbagai bangsa seperti Portugis dan Inggris ke Banten. Justru keberadaan Benteng Speelwijk adalah siasat Belanda untuk berkuasa atas kesultanan Banten.

Arsitektur Benteng Speelwijk

Benteng Speelwijk dibangun pada tahun 1681-1684, kemudian mengalami perluasan pada tahun 1685 dan 1731. Arsitekturnya menggabungkan gaya Eropa dengan elemen lokal, menciptakan struktur yang unik dan menarik perhatian. Meskipun benteng ini tidak terlalu besar, tapi posisi strategisnya memungkinkan pengawasan yang efektif terhadap perairan sekitarnya.

Benteng Speelwijk yang didirikan pada masa Sultan Banten Ke-8, yaitu Sultan Abu Nashar Abdul Qahar atau dikenal dengan sebutan Sultan Haji ini, dirancang oleh arsitek Hendrick Loocaszoon Cardeel. Asal usul nama benteng tersebut diambil dari nama Gubernur VOC yakni Cornelis Janszoon Speelman.

Benteng Speelwijk terdiri dari dinding tebal yang terbuat dari batu bata dan batu alam, dengan menara pengawas di sudut-sudutnya. Struktur ini juga dilengkapi dengan parit pertahanan yang berfungsi sebagai hambatan tambahan bagi musuh yang mencoba mendekat. Parit keliling ini berfungsi sebagai pertahanan luar benteng dengan ketebalan antara 1,5 hingga 2 meter.

Sebagai tempat pertahanan dan tempat mengontrol kegiatan Kesultanan Banten sekaligus tempat untuk bermukim, dibuatlah tembok pertahanan benteng ini setinggi 3 meter. Tembok tersebut mengelilingi bangunan yang ada di dalamnya yakni rumah komandan, gereja, kamar senjata, kantor administrasi, toko kompeni, dan kamar dagang.

Sebagai tempat pertahanan dan tempat mengontrol kegiatan Kesultanan Banten sekaligus tempat untuk bermukim, dibuatlah tembok pertahanan benteng ini setinggi 3 meter.

Benteng Speelwijk ini dilengkapi dengan empat bastion. Di bawah bastion terdapat ruangan tempat menyimpan mesiu. Sebuah menara pengintai, jendela meriam, ruang jaga, lantai bawah tanah untuk gudang logistik dan tambatan perahu.

Kesultanan Banten dan Benteng Speelwijk

Benteng Speelwijk terletak di Kampung Pamarican, Desa Banten, Kecamatan Kasemen Kota Serang; Tepatnya sekitar 500 meter dari Masjid Agung Banten dan 600 meter ke arah barat laut Keraton Surosowan.

Benteng Speelwijk ini disebut sebagai simbol kekuasaan pemerintahan Hindia Belanda di masa Kesultanan Banten, tepatnya pada Masa Sultan Sultan Abu Nashar Abdul Qahar yang dikenal dengan sebutan Sultan Haji. Izin pendirian benteng itu diberikan oleh Sultan Nashar Abdul Qahar atau Sultan Haji yang berkuasa di Banten (1672-1684), untuk melawan ayahnya sendiri yakni Sultan Ageng Tirtayasa.

Perseteruan antara ayah dan anak ini dimulai saat kedatangan Belanda ke Banten. Di saat yang bersamaan, di dalam Keraton Banten terjadi kisruh pewarisan tahta. Belanda memanfaatkan situasi ini dengan mendekati putra Sultan Ageng Tirtayasa yang memang ingin jadi Sultan namun tak disetujui Sultan Ageng Tirtayasa.

Suasana Banten kian kisruh. Hal ini ditambah dengan Belanda yang tanpa basa-basi mengangkat Abu Nashar sebagai Sultan dengan gelar Sultan Haji. Ketakutan ini beralasan, karena saat itu Banten Lama masih menjadi kota pelabuhan besar dan diperebutkan oleh Belanda dan masyarakat Banten.

Lokasi Benteng yang dibangun dekat dengan Masjid Agung Banten dan keraton sejatinya siasat Belanda juga agar dapat mengawasi Keraton Banten dengan leluasa. Belanda mengaku akan menggunakan benteng ini sebagai tempat berlindung dari serangan rakyat Banten terutama para pengikut Sultan Ageng Tirtayasa.

Tipu muslihat Belanda tidak hanya sampai di situ. Pembangunan benteng ini juga terasa kejam dan tak mau rugi. Benteng Speelwijk dibangun bukan menggunakan tenaga dari pribumi atau warga Kesultanan Banten melainkan orang-orang Tionghoa dengan upah yang sangat rendah.

Benteng Speelwijk dibangun bukan menggunakan tenaga dari pribumi atau warga Kesultanan Banten melainkan orang-orang Tionghoa dengan upah yang sangat rendah.

Kondisi Benteng Speelwijk Saat Ini yang Mengenaskan.

Kini, kondisi benteng berukuran 2 hektar dengan bentuk persegi panjang asimetris ini memperlihatkan tanda-tanda kerusakan yang cukup parah. Bebatuannya nampak retak, rapuh, terkikis bahkan tidak sedikit yang berjatuhan. Lumut nan hijau pun menggerogoti sekujur tubuh benteng tua tersebut. Berdasarkan pengamatan para ahli, Benteng Speelwijk sudah mengalami perubahan bentuk yang signifikan.

Penyebab utama kerusakan ini adalah faktor alam dan kurangnya perawatan yang memadai. Hal ini dipengaruhi oleh usia berdirinya benteng, struktur material yang rapuh, dan tentunya ulah manusia.

Perubahan iklim memicu terjadinya bencana alam. Bencana ini kemudian sangat berdampak pada cagar budaya, yakni Benteng Speelwijk, yang letaknya dekat laut. Kondisi cuaca yang keras seperti hujan deras, panas yang ekstrem, serta angin kencang telah secara bertahap merusak struktur bangunan.

Menurut budayawan Abdi Mahesa, cagar budaya yang terbuat dari batu akan mengalami proses pelapukan secara kimiawi yang terjadi akibat reaksi suatu material dengan oksigen alias oksidasi. Faktor suhu kelembaban udara dan hidrasi membuat bangunan lembab dan berlumut.

Menurut budayawan Abdi Mahesa, cagar budaya yang terbuat dari batu akan mengalami proses pelapukan secara kimiawi yang terjadi akibat reaksi suatu material dengan oksigen alias oksidasi.

Kerusakan lebih lanjut juga terjadi karena aktivitas manusia yang acuh. Vandalisme dan perusakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab memberikan kontribusi terhadap kondisi buruk benteng ini. Hal lain yang memperparah keadaan adalah pencurian bahan bangunan yang berharga, seperti batu bata dan kayu.

Benteng Speelwijk perlu dilestarikan karena termasuk dalam cagar budaya yang memiliki beberapa fungsi. Upaya yang diperlukan meliputi restorasi dan konservasi, pemeliharaan yang teratur, serta perlindungan dari tindakan yang merusak. Dengan tindakan yang tepat dan kesadaran masyarakat yang lebih besar terhadap warisan budaya, mungkin masih ada harapan untuk mengembalikan kejayaan dan keindahan Benteng Speelwijk agar tetap dapat dinikmati oleh generasi mendatang.

Informasi Selengkapnya
  • Indonesia Kaya

  • Indonesia Kaya

  • Lembaga Pers Mahasiswa Institut, Kabar Banten, Kabar Banten, Tajuk 24, Perwara

This will close in 10 seconds