Cari dengan kata kunci

Gordang_1200.jpg

Gendang Batak Toba, Musik dalam Balutan Religi

Tetabuhan nan sakral khas Sumatra Utara, yang bisa dibunyikan saat suka maupun duka.

Kesenian

Masyarakat Batak Toba, salah satu etnis atau suku di Sumatra Utara, tak bisa dilepaskan dari musik. Dalam kegiatan adat maupun ritual keagamaan, musik selalu dilibatkan. Hal ini tampak pada gondang sabangunan, tulis Henry Spiller dalam Gamelan: The Traditional Sounds of Indonesia, orkes tradisional dari Batak Toba yang biasa dimainkan untuk mengiringi tarian seremonial tor tor atau yang dikenal dalam istilah lokal sebagai adat ni gondang dohot tortor.

Masyarakat Batak Toba tak bisa dilepaskan dari musik.

Gondang sabangunan terdiri dari lima taganing (gendang yang punya peran melodis), 1 gordang (gendang besar penentu ritme), 3-4 ogung atau gong (pembentuk ritme konstan), dan 1 hesek (perkusi, biasanya botol kosong atau lempengan besi yang dipukul untuk membantu irama), dan sarune bolon (alat musik tiup).

Dalam gondang Sabangunan, terdapat sekelompok alat musik gendang yang khas, yakni taganing dan gordang, bahkan odap. Ketiganya digantung di atas balok atau rak kayu.

Beberapa musisi menyebut taganing sebagai kelompok tujuh drum yang terdiri dari lima taganing, ditambah gordang dan odap. Gordang dan odap sebenarnya dua instrumen yang terpisah dan secara fungsi berbeda, namun odap dapat diganti dengan gordang atau taganing.

Menurut Mauly Purba dalam disertasi di Universitas Monash tahun 1998 menyebut musisi saat ini memainkan dua jenis gondang sabangunan, yaitu ansambel minus odap dan ansambel lengkap seperti dimainkan anggota Parmalim, organisasi keagamaan yang menjaga keutuhan kepercayaan asli Batak. Musik yang dimainkan pada dua jenis ansambel itu serupa.

Gondang sabangunan adalah sekelompok alat musik gendang yang khas, yakni taganing dan gordang, dan odap.

Dalam pertunjukan musik gondang sabangunan, taganing memang memiliki peranan penting. Ia memiliki fungsi ganda: sebagai pembawa melodi sekaligus sebagai ritme variable dalam beberapa lagu. Selain itu, taganing berperan sebagai dirigen yang memberikan aba-aba dengan isyarat-isyarat ritme yang harus dipatuhi seluruh anggota ansambel sekaligus pemberi semangat kepada pemain lainnya.

Tidaklah mengherankan jika taganing begitu penting. Bahkan dalam kepercayaan lama orang Batak Toba, catat Rithaony Hutajulu dalam Gondang Batak Toba, partaganing (penabuh taganing) bersama parsarune (peniup sarune) disejajarkan dengan dewa. Sebab, keduanya dianggap mampu menyampaikan semua permohonan atau harapan kepada Debata Mulajadi Nabolon (penguasa tertinggi mikrokosmos dan makrokosmos).

Penabuh taganing dan peniup sarune disejajarkan dengan dewa.

Dahulu untuk menjadi partaganing harus berguru pada pargonsi (pemain musik gondang) yang punya keahlian bermusik. Namun, konon, ada pula yang mendapatkan ketrampilan itu dari Batara Guru yang disebut dengan talenta.

Sebagai alat musik, taganing tergolong gendang tak bernada (gendang yang dilaras). Taganing terdiri dari lima gendang yang terbuat dari kayu dengan bagian atas ditutupi kulit. Bentuknya menyerupai tabung melengkung (tong) dan ada juga tabung lurus. Ukurannya macam-macam, berkisar antara 40 hingga 55 cm dan diameter 18 hingga 24 cm. Yang paling besar berada di sebelah kanan, dan semakin ke kiri semakin kecil.

Nadanya juga demikian; semakin ke kiri semakin tinggi nadanya. Nada dari kelima gendang itu adalah nang, ning, nung, neng, nong, yang kerap disamakan dengan tangga nada pentatonik dalam istilah musik barat do-re-mi-fa-sol. Taganing dimainkan oleh satu atau dua orang dengan cara dipukul membrannya menggunakan dua palu-palu (stik).

Kelima gendang itu memiliki nama masing-masing. Dari yang paling besar disebut odap-odap, paidua odap, painonga, paidua ting-ting, dan yang paling kecil disebut ting-ting.

Pada beberapa bagian taganing terdapat ornamen atau ukiran yang disebut gorga. Ukiran itu diberi warna putih, merah, dan hitam; putih melambangkan kesucian, merah melambangkan keberanian, dan hitam melambangkan kepolosan. Ornamen itu terdapat pada bagian badan, laman (pengait sekaligus alas), dan kaki penyangga. Adanya ornamen ini memberi nilai seni dan estetika tersendiri bagi taganing.

Dalam kelompok gendang pada gondang sabangunan, gordang memang tak seistimewa taganing. Tapi keberadaannya juga tak bisa diabaikan. Gordang berfungsi sebagai bass dan berperan terutama sebagai instrumen ritmik.

Gordang, tulis Jamaludin S. Hasibuan dalam Seni Budaya Batak, terbuat dari kayu yang dilapisi dengan kulit sapi atau kerbau. Ukurannya lebih besar dan lebih panjang daripada taganing. Panjang gordang dapat berkisar 100 cm hingga 110 cm panjangnya. Diameternya bervariasi, dari 23 cm hingga 27 cm.

Sementara odap adalah drum berkepala dua yang panjangnya sekitar 30 cm dan diameter 20 cm. Berbentuk seperti tong. Seperti gordang, odap adalah instrumen ritmis. Dalam ansambel gondang sabangunan, musisi yang memainkan taganing juga memainkan odap. Kendati demikian, musisi itu tak bisa melakukannya secara bersamaan.

Kesakralan gondang kini mulai luntur dan lebih menonjolkan aspek hiburan.

Pertunjukan gondang sabangunan saat ini lebih menonjolkan aspek hiburan. Kesakralan gondang mulai luntur. Bahkan, di banyak momen perayaan tradisional, seperti pernikahan, kelahiran, dan kematian, sebagian masyarakat Batak tak lagi menggelar gondang. Mereka memilih seni hiburan modern, seperti organ tunggal dan musik Eropa.

Namun gondang masih bertahan hidup dalam konteks agama Parmalim yang masih mempergunakan musik ini dalam konteks aslinya. Mereka menggunakan musik untuk menghormati nenek moyang dan menyampaikan doa ke Debata Mulajadi Nabolon.*

Informasi Selengkapnya
  • Indonesia Kaya

  • Indonesia Kaya

  • Henry Spiller dalam Gamelan: The Traditional Sounds of Indonesia
    Mauly Purba dalam disertasi di Universitas Monash tahun 1998
    Rithaony Hutajulu dalam Gondang Batak Toba
    Gordang, tulis Jamaludin S. Hasibuan dalam Seni Budaya

This will close in 10 seconds