Cari dengan kata kunci

sumpit_12001.jpg

Memainkan Sumpit, Melestarikan Kebudayaan

Selain digunakan sebagai senjata dalam berburu, sumpit juga menjadi simbol perlawanan masyarakat Kalimantan terhadap penjajahan Belanda.

Kesenian

Banyak negara mengenal sumpit sebagai senjata. Di Asia, kebudayaan sumpit dikenal di Jepang dan Indonesia. Di Indonesia, khususnya masyarakat di pedalaman Kalimantan, sumpit sudah dikenal sebelum datangnya para penjajah.

Sumpit merupakan senjata tradisional yang berbentuk pipa panjang dan di dalamnya disisipkan panah kecil untuk dilontarkan dengan bantuan angin dari tiupan mulut. Bagi masyarakat Dayak Kalimantan, selain mandau, sumpit merupakan senjata yang selalu dibawa saat mereka pergi berburu di hutan.

Selain mandau, sumpit merupakan senjata yang selalu dibawa masyarakat Dayak Kalimantaan saat pergi berburu di hutan.

Dahulu, bagi masyarakat Dayak, membuat sumpit merupakan pekerjaan yang cukup rumit. Sumpit dibuat dari batang pohon yang dikorek menggunakan pisau. Tapi kini, fungsi pisau digantikan dengan bor. Pembuatan sumpit pun menjadi lebih mudah. Selain memudahkan, penggunaan bor juga membuat lubang sumpit lebih rapi dan bagus.

Sumpit berukuran 1 sampai 3 meter. Bilah sumpit terbuat dari pohon pelawi, sementara anak panah yang dilontarkan (disebut damek) terbuat dari bambu yang dibuat lebar pada bagian pangkalnya. Bentuk ini didesain untuk memudahkan anak panah meluncur saat dilontarkan.

Selain digunakan sebagai senjata dalam berburu, Sumpit juga menjadi simbol perlawanan masyarakat Kalimantan terhadap penjajahan Belanda.

Konon, pada masa penjajahan, tentara Belanda lebih takut terhadap sumpit ketimbang senjata api. Selain karena dioperasikan secara diam-diam dan tanpa mengeluarkan bunyi, masyarakat Dayak juga melumuri anak panah dengan racun. Racun tersebut diambil dari ramuan getah pohon yang diambil dari hutan. Menurut pengakuan beberapa tetua adat Dayak, belum ada penawar yang bisa mengobati racun yang ada pada anak panah sumpit.

Konon, pada masa penjajahan, tentara Belanda lebih takut terhadap sumpit ketimbang senjata api.

Saat pergi berburu, anak panah disimpan di dalam sebuah wadah yang terbuat dari bambu. Wadah tersebut berbentuk tabung dan diberi tutup, sementara pada bagian sisinya diikatkan ranting pohon yang cukup kuat. Ranting tersebut berfungsi untuk mengaitkan wadah ke ikat pinggang orang yang membawanya. Satu wadah tersebut mampu menampung hingga puluhan anak panah.

Jika diperhatikan, terdapat sisi menarik yang membedakan sumpit Dayak dengan sumpit pada umumnya. Sumpit Dayak bagian ujungnya dilengkapi mata tombak. Bentuk tersebut sengaja dipertahankan agar bilah sumpit tetap berfungsi sebagai tombak jika anak panah habis.

Sumpit Dayak bagian ujungnya dilengkapi mata tombak.

Dalam perkembangannya, sumpit Dayak mengalami beberapa kali perubahan fungsi. Mulanya, sumpit digunakan sebagai senjata untuk berperang dan berburu. Kini, sumpit digunakan sebagai seni ketangkasan yang diperlombakan. Seni menyumpit juga masuk ke dalam kurikulum pelajaran muatan lokal di sekolah-sekolah di Kalimantan. Bahkan, pada 2011, Pemkot Singkawang, Kalimantan Barat, juga mengadakan turnamen sumpit Kalimantan berskala internasional. Hal tersebut dilakukan sebagai usaha untuk terus melestarikan sumpit sebagai senjata tradisional yang lahir sebagai kebudayan asli nusantara.

Informasi Selengkapnya
  • Indonesia Kaya

  • Indonesia Kaya

This will close in 10 seconds