Cari dengan kata kunci

Rampag_Parebut_Seeng_1200.jpg

Rampag Parebut Seeng, Kesenian yang Melatih Pengendalian Diri

Seeng atau tungku merupakan simbol dari kesejahteraan, tungku yang diperebutkan bukan berarti memperebutkan kesejahteraan.

Kesenian
Tagar:

Alun-alun Kampung Budaya Sindang Barang nampak ramai dengan manusia, mereka terlihat berkerumun dan membentuk lingkaran. Setelah melakukan ritual Majiken Pare Ayah dan Pare Ambu sebagai ritual puncak dalam tradisi Seren Taun, masyarakat kini dihibur dengan berbagai kesenian tradisional Sunda, salah satunya adalah Rampag Parebut Seeng. Rampag Parebut Seeng merupakan seni pertunjukkan yang menggabungkan antara seni tari dan seni bela diri.

Rampag Parebut Seeng biasa dipentaskan oleh laki-laki, baik anak-anak maupun orang dewasa. Dalam permainan ini, peserta diharuskan mengenakan pakaian hitam-hitam khas tradisional sunda yang dikenal dengan nama baju kampret, dilengkapi penutup kepala yang disebut iket atau totopong. Sebagai seni tradisi yang sudah ada sejak zaman Kasepuhan Sunda, Rampag Parebut Seeng selalu dipentaskan dalam berbagai acara tradisional masyarakat Sunda, seperti pada pernikahan adat, khitanan, dan Seren Taun.

Secara umum, peraturan dalam Rampag Parebut Seeng sangat sederhana. Seorang peserta membawa seeng, yaitu tungku nasi tradisional. Sementara dengan gerakan silat, peserta yang lain berusaha menyentuh tungku nasi tersebut. Apabila tungku nasi berhasil disentuh, maka peserta yang lain harus merelakan tungku tersebut berpindah tangan. Namun, jika si perebut terjatuh, maka akan dinyatakan gagal dan diganti dengan peserta lain. Begitu seterusnya hingga tersisa satu orang sebagai pemenang. Pemenang dalam pertunjukkan ini bukan diartikan menang atas orang lain, tetapi menang atas penguasaan terhadap nafsu dalam dirinya sendiri.

Abah Ukat, salah satu kokolot Kampung Budaya Sindang Barang mengatakan, gerak silat dalam pertunjukkan Rampag Parebut Seeng menggunakan gerak silat Cimande. Gerak silat ini selalu mempunyai pola kuda-kuda menjaga jarak lawan, yaitu dengan menjaga jarak selepas kaki untuk kemudian melakukan serangan balik. Silat Cimande mengajarkan tentang kesabaran dan keberanian untuk tetap menjaga nafsu hewani yang ada di dalam jiwa manusia.

Uniknya, setelah pertunjukan berakhir, seorang kokolot akan melakukan pijat cimande kepada peserta yang mengalami cedera. Pijat ini dilakukan dengan cara mengusapkan air kepada bagian yang dianggap cedera disertai dengan mantra-mantra. Dari segi medis memang sulit dipercaya, namun peserta yang mengalami cedera merasa lebih baik ketika mendapat pijatan ala Cimande tersebut.

Rampag Parebut Seeng lebih dari sekadar tontonan. Di dalamnya terdapat makna filosofi yang dalam tentang kehidupan. Seeng atau tungku merupakan simbol dari kesejahteraan, tungku yang diperebutkan bukan berarti memperebutkan kesejahteraan. Lebih dari itu, Parebut Seeng merupakan bentuk pengendalian diri, karena kemenangan terbesar seseorang sebagai makhluk hidup adalah berhasil mengendalikan hawa nafsunya sendiri.

Tagar:
Informasi Selengkapnya
  • Elsa Dwi Lestari

  • Indonesia Kaya

This will close in 10 seconds