Cari dengan kata kunci

Pasar_intan_martapura_ie_1290

Pasar Intan Martapura, Kemilau yang Menggoda

Dikenal sebagai pusat transaksi sekaligus penggosokan intan terkemuka sejak dulu. Menjadi objek wisata yang menarik banyak pengunjung.

Pariwisata

MENDENGAR kata Martapura tentu akan mengingatkan kita dengan sebuah kota penghasil intan terbesar di Indonesia. Hal itu wajar saja. Sebab, sejak dulu ibukota Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, ini menghasilkan intan yang indah dan berkualitas tinggi. Tidak heran kalau kota ini dijuluki “Kota Intan”.

Kemilau intan Martapura bisa dilihat di pusat kota. Di sana terdapat pasar tradisional yang sejak dulu menjual batu permata selain komoditas lain, yakni Pasar Martapura atau dikenal sebagai “Pasar Batuah”. Pada 1970-an los pasar intan dibangun di tengah-tengah Pasar Martapura untuk menampung para penjual dan perajin batu permata. Lalu, pada pertengahan 1990-an, dibangun pula kompleks pertokoan Cahaya Bumi Selamat (CBS) untuk melengkapi los-los permata sebelumnya di Pasar Martapura.

Intan memang primadona Martapura, umumnya Kalimantan Selatan. Menurut Agus Yana dalam “Praktik Pertambangan Intan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Sawah Menjadi Lahan Pertambangan Intan (Studi Kasus di Kelurahan Sungai Tiung Kota Banjarbaru)”, tesis di Universitas Padjajaran Bandung tahun 2010, usaha pertambangan intan di Kalimantan Selatan telah dikenal sejak abad ke-16. Diperkirakan sejak 1604 di Kalimantan Selatan telah terjadi perdagangan intan.

Di masa Kerajaan Banjar itu, pertambangan intan merupakan hak raja. Raja bisa memberikan sebagian tanah kerajaan sebagai apanase kepada keluarga raja. Dari tambang intan, pemilik apanase bukan hanya memperoleh pajak tapi juga hak monopoli pembelian intan.

“Setiap intan yang ditemukan sebesar 4 karat, harus dijual pada raja atau pemilik apanase,” ungkap Agus Yana.

Martapura menjadi saksi kejayaan Kerajaan Banjar. Sunarningsih dari Balai Arkeologi Banjarmasin dalam “Martapura Kota Intan; Martapura Darussalam” di jurnal Naditira Widya Vol. 1 No. 2 2007, menyebut saat Martapura menjadi ibukota, Kerajaan Banjar mencapai puncak kejayaannya.

Jejak kilau intan Martapura bisa dilihat dari toponim (asal-usul nama tempat) Pasayangan yang kini sebuah kelurahan di Kecamatan Martapura. Nama “pasayangan” memberi gambaran dulunya merupakan tempat para pembuat perhiasan emas dan permata (barang-barang yang disayang oleh kerajaan).

“Di daerah Pasayangan sendiri sampai sekarang masih banyak masyarakat yang berprofesi sebagai pengrajin perhiasan dan penggosokan intan,” ujar Sunarningsih.

Selain itu, di Pasayangan masih terdapat rumah batu milik para saudagar kaya yang memiliki bisnis batu permata. Rumah itu dibangun tahun 1911 dan saat ini menjadi objek wisata.

Penguasaan pertambangan intan oleh raja dihapuskan oleh Belanda. Sebagai gantinya, selain  eksploitasi oleh swasta, pertambangan rakyat pun tumbuh dan terus bertahan hingga kini. Mereka menambang dengan cara mendulang. Jika beruntung, hasilnya bisa luar biasa. Pada 1965, Matsam cs mamicik (menemukan intan) seberat 166,7 karat (33 gram) yang dikenal dengan Intan Trisakti; intan terbesar pertama yang ditemukan di Kalimantan.

Meski jarang, penemuan intan dalam ukuran besar kerap terjadi. Hal itu menambah semangat para penambang rakyat.

“Selain sebagai mata pencaharian masyarakat di beberapa daerah di Kalimantan Selatan, menambang intan sudah dianggap sebagai budaya yang diwarisi masyarakat dari para leluhur,” ungkap Agus Yana.

Sebagian besar hasil penambangan itu terpajang dalam bentuk batu maupun perhiasan di Pasar Intan Martapura, yang mengintegrasikan Pasar “Batuah” Martapura dengan Pusat Pertokoan Sekumpul, Kawasan Wisata Kuliner, dan Pasar Cahaya Bumi Selamat (CBS). Tapi yang ramai dikunjungi wisatawan untuk berburu batu permata adalah Pasar CBS.

Pasar CBS dibangun di lokasi alun-alun kota, yang telah lama menjadi ruang publik bagi masyarakat Martapura. Yang menonjol adalah keberadaan sebuah monumen besar pilar yang tegak menjulang dan dilengkapi dengan kaligrafi indah yang mencirikan masyarakat Banjar yang religius. Selain dikenal juga sebagai “Kota Santri”, Martapura membanggakan diri sebagai “serambi Mekkah” di Kalimantan.

“Efek keseluruhan adalah bahwa ia tampak bagai sebuah istana yang megah dan menawan,” tulis Gerry van Klinken dan Ward Berenschot dalam In Search of Middle Indonesia: Kelas Menengah di Kota-kota Menengah.

Tapi Pasar CBS sendiri tak semewah mall. Bahkan biasa-biasa saja. Problem pasar pada umumnya masih kerap terjadi seperti becek kala hujan, tumpukan sampah, hingga keruwetan pedagang kaki lima. Tapi pasar ini sudah menjadi destinasi wisata belanja paling diminati oleh wisatawan yang berkunjung ke Kalimantan Selatan.

Pasar CBS terdiri dari dua lantai. Lantai pertama berisi toko yang menjajakan batu permata dan cinderamata, sedangkan lantai dua berisi kios tempat workshop pembuatan perhiasan. Anda bisa mendapatkan pernak-pernik seperti gelang, kalung, cincin, atau bros yang terbuat dari aneka batu mulia. Harganya bervariasi, tergantung keunikan atau kelangkaan jenis batu.

Di dekat Pasar CBS terdapat sebuah taman yang bisa dipakai untuk rehat dan menikmati suasana kota. Taman terletak di depan kantor bupati dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pasar ini juga berdekatan dengan destinasi wisata religi yang terkenal di Kalimantan Selatan: Makam Guru Sekumpul yang terintegrasi dengan Masjid Agung Al-Karomah.

“Ini adalah sebuah proyek prestisius dimaksudkan untuk meningkatkan citra Martapura sebagai kota yang dibangun menjadi pusat perdagangan perhiasan, serta sebagai serambi Mekah,” tulis Gerry van Klinken dan Ward Berenschot.

Hingga kini, kemilau intan Martapura masih tetap menggoda. Jika Anda juga tertarik, datanglah ke kawasan Pasar Intan Martapura di Jalan Ahmad Yani, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Lokasinya mudah dicari karena terletak di pinggir jalan raya.

Untuk menuju ke Martapura hanya butuh waktu setengah jam dari Bandar Udara Internasional Syamsudin Noor. Sementara dari kota Banjarmasin, perjalanan akan memakan waktu hingga satu jam dengan menggunakan kendaraan. Tunggu apa lagi?*

Informasi Selengkapnya
  • Indonesia Kaya

  • Tim Indonesia Exploride

  • Agus Yana. “Praktik Pertambangan Intan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Sawah Menjadi Lahan Pertambangan Intan (Studi Kasus di Kelurahan Sungai Tiung Kota Banjarbaru)”, tesis di Universitas Padjajaran Bandung, 2010.
    Anggraini Antemas. Mendulang Intan di Cempaka. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah, 1981.
    Martha Tilaar Puspita Martha. The True Exotic Colors of Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2013.
    Sunarningsih. “Martapura Kota Intan; Martapura Darussalam”, jurnal Naditira Widya Vol. 1 No. 2, 2007.
    Sutrisno Kutoyo dkk. Sejarah Daerah Kalimantan Selatan. Jakarta: Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah, 1977/1978.

This will close in 10 seconds