Cari dengan kata kunci

Masjid_Tuo_Koto_Nan_Ampek_1200.jpg

Masjid Tuo Koto Nan Ampek, Keagungan yang Bertahan 170 Tahun

Masjid yang telah berusia lebih dari satu setengah abad ini masih tetap kokoh berdiri meskipun zaman terus berganti.

Pariwisata

Masjid Tuo Koto Nan Ampek merupakan salah satu masjid bersejarah di wilayah Luhak Limo Puluah. Masjid yang telah berusia lebih dari satu setengah abad ini masih tetap kokoh berdiri meskipun zaman terus berganti.

Meski sudah mengalami renovasi di beberapa bagiannya, arsitektur klasik Minangkabau yang membalutnya masih tetap bertahan meskipun terpaan cuaca dan pergantian musim datang silih berganti. Hingga kini, setiap hari umat Muslim di Nagari Koto Nan Ampek masih setia untuk datang dan beribadah di bawah naungan masjid tua ini.

Masjid ini dibangun sekitar tahun 1840, yaitu pada saat Sutan Chedoh (Tuanku Nan Cheduk) masih menjabat sebagai Wedana atau Regent (kepala administrasi dalam sistem pemerintahan Hindia Belanda) di wilayah Payakumbuh. Masjid ini didirikan tak jauh dari rumah gadang milik sang Regent. Lahan yang digunakan merupakan wakaf dari empat kaum, yaitu kaum Datuk Rajo Mantiko Alam, datuk Bangso Dirajo Nan Hitam, Datuk Paduko Majo Lelo, dan Datuk Sinaro Kayo.

Pendirian bangunan masjid ini dipimpin oleh tiga datuk dari tiga suku yang berbeda, yaitu Datuk Kuning dari Suku Kampai, Datuk Pangkai Sinaro dari Suku Piliang, dan Datuk Siri Dirajo dari Suku Melayu.

Bangunan masjid ini awalnya seluas 289 meter persegi di lahan seluas 1.550 meter persegi. Setelah mengalami perluasan kini luas bangunan masjid menjadi 400 meter persegi. Secara umum bangunan masjid berbentuk panggung dengan arsitektur dan ornamen ukiran tradisional khas Minangkabau.

Hampir keseluruhan bangunan berbahan dasar kayu, sedangkan tiang-tiangnya berbahan batang kelapa. Tiang-tiang masjid ini masih sama dengan kondisi aslinya, hanya saja batang-batang kelapa tersebut kini ditutup dengan lapisan triplek.

Sementara atap masjid ini berbentuk piramida berundak dengan tiga tingkat, bagian atap teratas memiliki bentuk melancip. Di antara setiap tingkatan terdapat celah yang dimaksudkan sebagai penerangan di kala siang. Dahulu atap tersebut dilapisi oleh bahan ijuk, tetapi seiring waktu bahan ijuk digantikan dengan bahan seng. Meskipun telah berulang kali mengalami renovasi, dari sisi arsitektur, bentuk bangunan tetap dipertahankan sesuai dengan aslinya.

Yang menarik, di sisi barat daya masjid ini terdapat makam Tuanku Nan Cheduk. Tuanku Nan Cheduk merupakan salah satu dari sedikit pribumi yang dapat menduduki posisi Regent, yang merupakan posisi tertinggi yang dapat diduduki seorang pribumi dalam struktur pemerintahan Hindia Belanda saat itu.

Informasi Selengkapnya
  • Elsa Dwi Lestari

  • Indonesia Kaya

This will close in 10 seconds