Cari dengan kata kunci

Taman_Purbakala_Cipari_1200.jpg

Jejak Peninggalan Bersejarah di Taman Purbakala Cipari, Kuningan

Menapak keajaiban sejarah di Museum Taman Purbakala Cipari sambil memahami budaya purba era neolitikum hingga megalitikum.

Pariwisata

Di tengah ketenangan dan keindahan alam, terdapat suatu tempat yang menarik bagi para peneliti peninggalan bersejarah, tepatnya di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, yang berbatasan dengan Cirebon. Di sana tersimpan jejak-jejak kehidupan purba sejak tahun 3500 Sebelum Masehi. Di lereng Gunung Ciremai, di sebuah dusun bernama Cipari, banyak peninggalan prasejarah ditemukan.

Penemuan ini menjadi sebuah daya tarik sehingga dibuatlah Taman Purbakala Cipari dengan area seluas 7.000 m2. Dengan arsitektur khasnya dan dikelilingi tembok setinggi 2 m, museum ini menjadi penanda bersejarah di kaki Gunung Ciremai.

Awal Mula Terbentuk Taman Purbakala Cipari

Pada awalnya, lahan ini dimiliki oleh seseorang bernama Wijaya. Di lokasi yang berjarak sekitar 4 km dari pusat kota Kuningan ini, pada tahun 1971, secara tak sengaja, ditemukan batuan unik. Bentuk bebatuan ini berupa kepingan-kepingan batu pipih yang mirip dengan bebatuan yang dipamerkan di Paseban Tri Panca Tunggal, tempat cagar budaya di Kuningan. Penemuan itu lantas dilaporkan ke Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional di Jakarta, kemudian ditindak-lanjuti dengan penggalian yang dipimpin Pangeran Djatikusumah.

Di lokasi yang berjarak sekitar 4 km dari pusat kota Kuningan ini, pada tahun 1971, secara tak sengaja, ditemukan batuan unik.

Satu tahun setelahnya ditemukan kepingan yang lebih lebar, membentuk susunan persegi panjang, seperti peti kubur yang terbuat dari batu tempat jenazah disemayamkan. Kemudian pada 1975 dilakukan penelitian dengan cara penggalian. Penelitian ini berhasil menemukan satu peti kubur batu lainnya. Di dalam peti batu itu ditemukan kapak batu, gelang batu, dan gerabah. Artefak-artefak kuno itu biasa disebut dengan bekal kubur. Setelah penggalian total, didirikanlah museum di tempat ini.

Pada 1976 dibangun satu museum sederhana. Berdenah oval memanjang arah barat daya-timur laut. Sejumlah jendela kaca berbentuk persegi berderet di sekelilingnya. Pintu utama museum berada di tengah dinding sisi tenggara. Atapnya terbuat dari ijuk berbentuk seperti perahu terbalik. Ada sedikit bentuk meruncing di bagian ujung. Di bawahnya terdapat teras yang mengikuti bentuk atap, dengan tiga terap tangga yang berada persis di depan pintu.

Sekitar dua tahun kemudian, tepatnya pada 23 Februari 1978, situs tersebut dikelola menjadi taman purbakala, dan dibuka untuk umum. Taman diresmikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu, Prof. Dr. Syarif Thayeb.

Museum Penyimpanan Benda-Benda Peninggalan Dua Zaman

Situs Museum Taman Purbakala Cipari menggabungkan zaman neolitikum dan megalitikum secara tipologi dan stratigrafi (susunan lapisan batu dalam kulit bumi). Penemuan artefak menunjukkan pemahaman masyarakat akan material perunggu pada zaman itu. Masyarakat kala itu memperlihatkan kecakapan bertani dan struktur organisasi yang teratur. Zaman megalitikum teridentifikasi dari batu-batu besar yang berfungsi sebagai komunikasi dengan arwah leluhur.

Zaman megalitikum teridentifikasi dari batu-batu besar yang berfungsi sebagai komunikasi dengan arwah leluhur.

Lokasi ini terdiri dari museum dan monumen di luar. Area luar memiliki dua kuburan batu berbentuk trapesium. Ketika ditemukan, kuburan ini hanya menampilkan gelang batu dan gerabah tanpa sisa-sisa manusia karena kondisi tanah yang tidak mendukung pengawetan tulang.

Monumen-monumen seperti altar batu, dolmen, batu gelang, menhir, dan dakon dulu digunakan untuk ritual, pemujaan, dan komunikasi dengan arwah leluhur. Di dalam museum, artefak-artefak seperti kapak batu, gelang batu, kapak perunggu, dan gerabah yang dipajang dengan baik, merepresentasikan kemajuan teknologi pada masa itu.

Museum Purbakala Cipari sebagai tempat Wisata

Museum Purbakala Cipari bukan hanya menjadi tempat untuk mendapat pengetahuan dari peninggalan sejarah, tetapi juga menawarkan pengalaman menyegarkan dengan udara yang sejuk di kaki Gunung Ciremai dan panorama alam yang indah di sekitarnya. Hal ini menjadikan tempat ini berharga bagi pengetahuan dan peningkatan sektor pariwisata, menarik minat bagi mereka yang tertarik pada sejarah dan kebudayaan.

Minat masyarakat, baik domestik maupun wisatawan mancanegara, terhadap peninggalan purba nyatanya sangat tinggi. Hal ini ditunjukkan dari grafik jumlah pengunjung yang terus bertambah dari tahun ke tahun.

Menuju situs ini juga tidak sulit. Jika naik kendaraan pribadi dan berawal dari Alun-Alun Kuningan, mobil bisa diarahkan menuju Jalan Aria Kamuning hingga tiba di Jalan Veteran. Dari situ, belok kanan ke Jalan Nanggeleng–Cirahayu/ Jalan Syeh Maulana Akbar. Setelahnya, belok kiri menuju Jalan Raya Cigugur, lalu akhirnya belok kanan dan tibalah di Situs Taman Purbakala Cipari. Waktu operasional Taman Purbakala Cipari buka setiap hari dan dari pukul 08:00 sampai 16:00 WIB. Memasukinya pun hanya cukup merogoh kocek sebesar Rp5.000,-.

Waktu operasional Taman Purbakala Cipari buka setiap hari dan dari pukul 08:00 sampai 16:00 WIB.

Selain Museum Situs Purbakala Cipari, ada lima hal yang wajib dijajal ketika berada di Taman Purbakala Cipari. Yang pertama adalah peti kubur batu. Wisatawan dapat melihat secara langsung peti kubur batu yang berfungsi sebagai peti mati pada zamannya. Di dalamnya terdapat peralatan yang biasa digunakan seperti gerabah, kapak batu, perhiasan, dan perbekalan lainnya untuk ikut dikubur.

Kedua adalah Batu Temu Gelang. Ini merupakan kumpulan batu yang berbentuk lingkaran. Di tengah-tengahnya terdapat lahan kosong yang cukup luas, yang digunakan sebagai tempat musyawarah atau berkumpul. Yang berikutnya harus dikunjungi adalah batu altar dan dolmen. Keduanya digunakan sebagai sarana peribadatan pada zaman dahulu. Batu altar berfungsi sebagai tempat upacara dan pemujaan, sementara dolmen merupakan batu yang memiliki bagian datar di bagian atasnya yang berfungsi sebagai tempat menyimpan sesajen.

Terakhir, ada dua bebatuan lain yang wajib dijajal yaitu batu dakon dan batu menhir. Batu dakon bentuknya mirip seperti permainan congklak. Letaknya tak jauh dari batu altar. Batu tersebut berfungsi sebagai sebagai tempat meramu obat-obatan atau meramu sesembahan. Di sisi lain, Batu menhir berbentuk tinggi besar seperti sebuah tugu yang berdiri tegak di atas tanah. Batu ini berfungsi sebagai simbol penghormatan bagi para leluhur yang sudah meninggal.

Informasi Selengkapnya
  • Indonesia Kaya

  • Indonesia Kaya

  • visit kuningan, travel detik, kemendikbud, liputan 6, native indonesia

This will close in 10 seconds