Cari dengan kata kunci

keraton_kaibon_1200.jpg

Keraton Kaibon, Persembahan Sultan untuk Sang Bunda

Berbeda dengan Keraton Surosowan, keraton yang dibangun pada 1815 ini berfungsi sebagai tempat tinggal Ratu Aisyah, ibu dari Sultan Syaifudin.

Pariwisata

Kawasan Banten Lama di Kabupaten Serang banyak meninggalkan bangunan yang memiliki nilai sejarah tinggi. Salah satu bangunan yang masih tersisa adalah Keraton Kaibon yang terletak di Kampung Kroya, Kelurahan Kasunyatan, Kecamatan Kasemen. Keraton kaibon menjadi salah satu bangunan cagar budaya Provinsi Banten yang menyimpan cerita kejayaan Kerajaan Banten Lama.

Dibangun pada 1815, keraton ini menjadi keraton kedua di Banten setelah Keraton Surosowan. Berbeda dengan Keraton Surosowan, sebagai pusat pemerintahan, Keraton Kaibon dibangun sebagai tempat tinggal Ratu Aisyah. Hal ini dikarenakan Sultan Syafiudin sebagai Sultan Banten ke-21 pada saat itu masih berusia 5 tahun. Nama kaibon sendiri dipastikan diambil dari kata “keibuan” yang berarti bersifat seperti ibu yang lemah lembut dan penuh kasih sayang.

Keraton Kaibon dibangun sebagai tempat tinggal Ratu Aisyah.

Keraton Kaibon dibangun menghadap barat dengan kanal di bagian depannya. Kanal ini berfungsi sebagai media transportasi untuk menuju ke Keraton Surosowan yang terletak di bagian utara.

Di bagian depan keraton dibatasi dengan gerbang yang memiliki 5 pintu. Arti angka lima ini mengikuti jumlah salat dalam satu hari yang dilakukan umat muslim. Gerbang yang bergaya Jawa dan Bali ini memiliki ketinggian 2 meter dengan bentuk Candi Bentar sebagai motifnya. Gerbang ini dikenal juga dengan sebutan gerbang bersayap. Pada satu gerbang terdapat pintu paduraksa yang menghubungkan bagian depan dengan ruang utama keraton.

Ruang utama keraton ini tak lain adalah kamar tidur Ratu Asiyah itu sendiri.

Ruang utama keraton ini tidak lain adalah kamar tidur Ratu Asiyah itu sendiri. Dibangun menjorok ke tanah, kamar tidur Sang Ratu dilengkapi dengan teknologi pendingin ruangan. Ini bisa terlihat dari lubang yang terdapat dalam ruangan. Lubang tersebut dapat di isi air untuk memberikan efek sejuk ke dalam ruangan.

Keraton yang berdiri di tanah seluas mencapai 4 hektar ini, dibangun menggunakan batu bata yang terbuat dari pasir dan kapur. Walau telah hancur, beberapa reruntuhan di keraton ini masih terlihat pondasi dan pilar-pilar yang utuh. Salah satu yang terlihat jelas adalah bangunan yang menyerupai masjid. Bangunan masjid ini berada di sisi kanan gerbang. Selain pilar yang masih utuh, di dalam bangunan tersebut juga terdapat mimbar yang berfungsi sebagai tempat berdirinya khatib.

Keraton Kaibon dihancurkan oleh pihak Belanda pada 1832.

Pada 1832, Keraton Kaibon dihancurkan oleh pihak Belanda yang dipimpin oleh Gubernur VOC saat itu, Jenderal Daendels. Penyerangan dilakukan karena Sultan Syaifudin menolak dengan keras permintaan sang jendral untuk meneruskan pembangunan Jalan Raya Anyer-Panarukan. Bahkan, utusan jendral yang bernama Du Puy dibunuh sultan hingga kepalanya dipenggal kemudian dikembalikan kepada Jenderal Daendels. Marah besar, Jenderal VOC tersebut menghancurkan Keraton Kaibon hingga hanya meninggalkan puing-puing yang tersisa saat ini.

Kini, puing reruntuhan Keraton Kaibon meninggalkan cerita tentang kejayaan Banten Lama. Walau hanya berupa reruntuhan dan pondasi-pondasi bangunan, tidak membuat pengunjung berhenti mengagumi cagar budaya di Provinsi Banten ini. Selain ingin melihat kejayaan Banten tempo dulu, keraton ini juga sering dijadikan pengunjung dan pasangan muda untuk mengabadikan diri dengan latar belakang keraton yang klasik serta artistik.

Informasi Selengkapnya
  • Elsa Dwi Lestari

  • Indonesia Kaya

This will close in 10 seconds