Cari dengan kata kunci

pantai-bakaro-1290.jpg

Tradisi Pemanggilan Ikan di Manokwari

Masyarakat Desa Bakaro punya kebiasaan unik setiap pagi dan sore, yakni memanggil ikan dari laut dengan tujuan memberi makan.

Tradisi

Anda pasti pernah dengar tentang Manokwari, ibukota Provinsi Papua Barat. Tapi Manokwari bukanlah sebuah kota, melainkan kabupaten yang dihuni sekitar 166 ribu jiwa yang sebagian besar rakyatnya hidup dengan mencari ikan. Ya, rakyat Manokwari berhubungan erat dengan alam, khususnya laut. Hubungan ini terjalin sejak dahulu lewat tradisi yang dibagikan secara turun-temurun. Seperti di pesisir Utara, Pantai Bakaro, di mana masyarakat memiliki kebiasaan memanggil ikan setiap pagi dan sore dari lautan lepas.

Tentu saja bukan peliharaan, ikan-ikan yang dipanggil ini hidup bebas di lautan. Tapi lucunya setiap pagi dan sore hari, ikan-ikan pasti memenuhi panggilan sang pawang seolah tau akan ada makanan lezat yang menunggu mereka. Tradisi ini tidak hanya menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari penduduk Desa Bakaro, tapi juga mencerminkan kepedulian penduduk lokal kepada alam yang memberi berkatnya setiap hari. Tradisi ini bukan semata-mata tentang memberi makan, tapi sekaligus menjaga keseimbangan alam.

Tradisi ini bukan semata-mata tentang memberi makan, tapi sekaligus menjaga keseimbangan alam.

Proses Pemanggilan Ikan

Prosesi pemanggilan ikan dilakukan saat pantai surut di pagi dan sore hari, sehingga penduduk baik dewasa maupun anak-anak bisa berinteraksi lebih dekat dengan laut. Biasanya, mereka membawa alat yang bisa mengeluarkan bunyi–ada yang menggunakan peluit atau terompet kerang–sembari membawa bakal pakan ikan yang mudah didapatkan karena melimpah di hutan. Makanan ikannya tak lain adalah sarang rayap dan sarang semut. Begitulah, layaknya peliharaan penduduk akan “memanggil” ikan dengan bunyi-bunyian hingga mereka berkumpul di tepi laut.

Sering kali ikan datang dengan cepat, namun kadang memerlukan waktu yang cukup lama. Semuanya dipengaruhi oleh besarnya deburan ombak di tepi pantai. Jumlah ikan yang berkumpul pun bisa banyak, tapi bisa juga sedikit. Setelah ikan terlihat di tepi pantai, penduduk akan mulai meremas sarang semut atau rayap yang mereka bawa, kemudian melemparkan taburannya ke laut tempat ikan-ikan berkumpul. Sebagian akan menepuk permukaan air dengan pakan tersebut agar ikan-ikan berkumpul lebih ramai. Saat ikan mulai bersantap di tepi pantai, saat itu pula penduduk merasakan keriaan.

Awal Tradisi Pemanggilan Ikan

Meski tak ada yang tau siapa sebetulnya yang memulai tradisi pemanggilan ikan, ada satu nama yang sering disangkutkan dengan prosesi ini. Ialah Lukas Awiman Barayap, seorang pria berusia 62 tahun yang sejak tahun 1995 mengabdikan hidupnya untuk menjaga dan melestarikan laut. Begitu lekat dengan tradisi ini hingga Lukas bahkan dipercaya dengan penghargaan Kalpataru 2019 untuk kategori Perintis Lingkungan.

Ialah Lukas Awiman Barayap, seorang pria berusia 62 tahun yang sejak tahun 1995 mengabdikan hidupnya untuk menjaga dan melestarikan laut.

Banyak penduduk yang akan langsung menyebutkan nama Lukas saat ditanya mengenai awal-mula tradisi pemanggilan ikan. Ia dipanggil dengan sebutan sang pemanggil ikan. Dilansir dari Tribun, Lukas awalnya melakukan hal ini untuk menangkap ikan dengan cara yang ramah. Ia menentang keras para pelaku pengeboman laut karena tak memikirkan keberlangsungan satwa laut.

Dahulu, Lukas memanggil ikan dengan cara memukulkan batu pada karang di pinggir pantai. Namun seiring bertambah usia, ia tak kuat lagi duduk atau jongkok berlama-lama menunggu ikan. Hasilnya pun tak terlalu baik, berbeda dengan peluit. Akhirnya Lukas hanya menggunakan peluit setiap memanggil ikan, kemudian kebiasaannya diikuti oleh penduduk lain yang juga menemukan kebahagiaan saat memberi makan ikan.

Ada lima jenis ikan yang biasanya datang karena panggilan peluitnya yakni ikan bubara, kakatua, belanak, kapas, dan ikan badut. Meski awalnya melakukan pemanggilan dengan tujuan untuk menangkap ikan, Lukas tak pernah lagi menangkap ikan-ikan yang sedang makan. Ikan akan dibiarkan makan sampai kenyang lalu dibiarkan pulang sendiri ke tengah laut. Itulah yang dilakukannya saat waktu senggang hampir setiap hari.

Tradisi Pemanggilan Ikan Kini

Tak bisa dimungkiri, tradisi pemanggilan ikan di Desa Bakaro terlihat unik dan menarik. Maka diperhitungkan sebagai salah satu daya tarik wisata yang bisa mendatangkan turis lokal maupun mancanegara. Namun di Desa ini tak pernah ada tarif untuk menonton atraksi pemanggilan ikan. Lukas sang pemanggil ikan menegaskan kalau tradisi ini bukan suatu keahlian spiritual yang bisa mengundang stigma negatif, melainkan cara penduduk menghargai anugerah yang melimpah dari Tuhan.

Lukas sang pemanggil ikan menegaskan kalau tradisi ini bukan suatu keahlian spiritual yang bisa mengundang stigma negatif, melainkan cara penduduk menghargai anugerah yang melimpah dari Tuhan.

Dengan mempertahankan tradisi memanggil ikan dari laut, masyarakat Desa Bakaro tidak hanya mewarisi kearifan lokal mereka kepada generasi mendatang, tetapi juga memberikan inspirasi bagi kita semua untuk menghormati dan menjaga hubungan yang harmonis dengan alam dengan kontribusi yang nyata.

Informasi Selengkapnya
  • Indonesia Kaya

  • Indonesia Kaya

  • Kompas
    Backpacker
    Berita Papua
    Tribun
    PapuaBarat

This will close in 10 seconds