Cari dengan kata kunci

mengulur_naga_1200.jpg

Mengulur Naga, Mengantarkan Naga Pusaka Kembali ke Asalnya

Dalam ritual ini, kedua replika naga, yaitu Naga Bini dan Naga Laki, dibawa dari Keraton Kutai menuju Kutai Lama untuk dilemparkan ke sungai.

Tradisi

Hari ketujuh merupakan hari puncak dari kemeriahan Festival Erau. Pada hari ini, terdapat serangkaian ritual yang dimulai sejak pagi hingga sore hari. Salah satu ritual yang disakralkan pada hari ini adalah mengulur naga. Pada ritual ini, rombongan utusan Keraton Kutai mengarak sepasang replika naga menggunakan perahu untuk dilepaskan di Kutai Lama, tempat asal muasal legenda sang naga tersebut.

Upacara mengulur naga memang tidak dapat dilepaskan dari riwayat legenda tentang Putri Karang Melenu, permaisuri dari raja pertama Kutai, Aji Batara Agung Dewa Sakti. Kedua pasangan yang menjadi cikal bakal keluarga Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura ini dikisahkan bukan merupakan keturunan manusia biasa. Keduanya muncul dari dua kejadian misterius yang kemudian secara turun temurun terpelihara menjadi legenda masyarakat Kutai.

Legenda rakyat tersebut mengisahkan bayi Aji Batara Agung Dewa Sakti muncul tiba-tiba di depan rumah seorang pembesar masyarakat Jaitan Layar. Bayi tersebut terbaring di atas Batu Raga Mas dengan tangan kanan menggenggam sebutir telur ayam dan tangan kirinya menggenggam keris emas. Dikisahkan bahwa tujuh dewa turun dan memberikan petunjuk pada sang pembesar bahwa anak tersebut berasal dari khayangan dan harus dibesarkan dengan cara yang berbeda dengan anak manusia biasa.

Sang permaisuri dikisahkan juga muncul secara misterius dari dasar Sungai Mahakam. Bayinya terbaring di atas sebuah gong yang dijunjung oleh seekor naga yang muncul dari pusaran air. Naga tersebut kemudian mengantarkan Putri Karang Melenu ke hadapan seorang petinggi Hulu Dusun yang telah membesarkan sang naga. Sang pembesar kemudian menjadi orangtua angkat yang membesarkan sang putri hingga dewasa.

Naga dalam upacara mengulur naga merepresentasikan makhluk legendaris dalam legenda Putri Karang Melenu tersebut. Naga replika tersebut memiliki panjang kurang lebih 31,5 meter, dengan kepala dan ekor yang terbuat dari kayu. Badan naga terbuat dari rangka rotan dan bambu yang dibungkus kain berwarna kuning, dihiasi kain perca warna-warni sebagai sisiknya. Kedua naga dibuat sebelum Festival Erau berlangsung dan disemayamkan di kedua sayap bangunan Keraton Kutai (Gedung Museum Mulawarman).

Dalam ritual ini, kedua replika naga, yaitu Naga Bini dan Naga Laki, dibawa dari Keraton Kutai menuju Kutai Lama untuk dilemparkan ke sungai. Sepanjang perjalanan, kapal yang membawa replika naga ini akan singgah di sejumlah tempat untuk memberi kesempatan pada dewa (wanita pengabdi ritual) dan belian (pria pengabdi ritual) untuk melakukan ritual berkomunikasi (memang) dengan dunia gaib. Sesampainya di Jaitan Layar, Kutai Lama, kapal akan berputar sebanyak tujuh kali sebelum akhirnya merapat ke tepian.

Saat itulah bagian kepala dan ekor naga dipisahkan dari badannya. Bagian kepala dan ekor dibawa kembali ke Keraton untuk Festival Erau di tahun-tahun berikutnya, sedangkan bagian tubuh naga diturunkan (dilaboh) dari atas kapal ke sungai. Masyarakat akan berlomba-lomba mendapatkan bagian sisik dari naga yang dipercaya memiliki kekuatan untuk mewujudkan harapan pemiliknya.

Informasi Selengkapnya
  • Elsa Dwi Lestari

  • Indonesia Kaya

This will close in 10 seconds