Cari dengan kata kunci

seren_taun_1200.jpg

Mensyukuri Hasil Panen lewat Tradisi Seren Taun di Kampung Budaya Sindang Barang

Setelah dongdang terkumpul di Alun-Alun, kemudian tetua adat dan para kokolot melaksanakan ritual Majiken Pare Ambu dan Pare Ayah.

Tradisi

Kampung Budaya Sindang Barang hari itu lebih sibuk dari biasanya, para pemuda terlihat bergotong royong mempersiapkan perhelatan akbar tradisi menyambut panen raya yang lebih dikenal dengan nama Seren Taun. Malam hari ditemani lampu templok di sisi-sisi jalan, para kokolot yaitu orang yang dianggap sesepuh adat, silih berganti berdatangan menuju ke Imah Gede. Di Imah Gede, para kokolot dan orang-orang di sekitar Kampung Budaya Sindang Barang berkumpul dalam ritual Neteupken, ritual yang diadakan untuk menentukan waktu diadakannya tradisi Seren Taun.

Dalam ritual Netetupken, selain menentukan waktu, tetua adat bersama kokolot dan warga juga memanjatkan doa kepada Tuhan untuk memohon keselamatan dan kelancaran penyelenggaraan tradisi Seren Taun. Setelah waktu penyelenggaraan Seren Taun disepakati bersama, tetua adat, kokolot, dan warga bersama-sama menikmati hidangan yang sudah disediakan.

Esok hari setelah malam-nya dilakukan ritual Neteupken, para kokolot melakukan ritual Ngembang ke Makam Leluhur. Ritual ini dilakukan sebagai laporan kepada leluhur bahwa kampung akan mengadakan tradisi Seren Taun. Umumnya, maqom atau makam leluhur yang diziarahi berada di puncak Gunung Salak yang lokasinya ditempuh dengan jalan mendaki selama berjam-jam. Setelah Ngembang ke makam leluhur, para kokolot menebar benih ikan di empang sebagai ucapan rasa syukur kepada Tuhan.

baca : kampung budaya sindang barang

Di hari berikutnya, diadakan ritual Ngala Cai Kukulu, yaitu mengumpulkan air dari 7 sumber mata air yang dianggap suci. Selama proses mengumpulkan sumber mata air, tetua adat dan para kokolot diiringi oleh pertunjukkan Angklung Gubrag yang umumnya dimainkan oleh para ibu. Di Imah Bali, 7 sumber mata air yang sudah diambil kemudian disatukan ke dalam sebuah wadah. Pada hari itu juga, air dari 7 sumber mata air yang dianggap suci kemudian didoakan untuk mendapatkan berkah.

Prosesi tradisi Seren Taun kemudian dilanjutkan dengan ritual sedekah kue di Alun-Alun Kampung Budaya Sindang Barang. Setelah melakukan doa, warga yang umumnya anak-anak dan para ibu kemudian saling berebut hidangan kue yang sudah disediakan. Kegembiraan terpancar dari wajah-wajah mereka. Apalagi setelah ritual sedekah kue, acara dilanjutkan dengan perlombaan permainan tradisional bagi anak-anak hingga menjelang sore hari.

Acara puncak Seren Taun ditandai dengan arak-arakan hasil bumi. Ritual ini dinamakan dengan Helaran Dongdang. Dongdang dapat dimaknai sebagai bawaan hasil bumi berupa buah-buahan, sayuran, padi, yang umumnya disumbangkan sendiri oleh para warga. Dongdang hasil bumi tersebut diarak dari Imah Bali menuju Alun-Alun Kampung Budaya Sindang Barang. Selama perjalanan, proses Helaran Dongdang diiringi oleh pertunjukan tari tani dan angklung gubrag.

Setelah dongdang terkumpul di Alun-Alun, kemudian tetua adat dan para kokolot melaksanakan ritual Majiken Pare Ambu dan Pare Ayah, yaitu dengan memasukan hasil panen padi ke dalam lumbung. Menurut salah seorang kokolot, padi yang dimasukkan ke dalam lumbung menjadi persediaan pangan warga sekitar Kampung Budaya Sindang Barang selama setahun. Ketika semua padi sudah dimasukkan ke dalam lumbung, dongdang yang sudah diarak kemudian menjadi rebutan para warga. Parebut Dongdang menjadi ritual penutup dalam Seren Taun. Siapapun yang berhasil mendapatkan hasil bumi dalam parebut dongdang diyakini akan mendapat berkah kesejahteraan.

Seren Taun merupakan tradisi yang sudah mengakar dalam kebudayaan masyarakat Sunda yang agraris. Sebuah kearifan lokal sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas hasil panen yang melimpah. Tradisi Seren Taun merepresentasikan masyarakat nusantara yang tidak hanya menjaga hubungan baik dengan tuhan dan sesama manusia, tetapi juga kepada alam sebagai penopang kehidupan manusia.

Informasi Selengkapnya
  • Elsa Dwi Lestari

  • Indonesia Kaya

This will close in 10 seconds