Cari dengan kata kunci

Kujang_bermata_empat_1200.jpg

Serba-Serbi Kujang, Senjata Tradisional Jawa Barat

Keberagaman dan makna simbolis yang terkandung dalam kujang membuatnya menjadi lambang identitas, lebih dari sekadar senjata tradisional.

Tradisi

Apa kata pertama yang tersirat ketika mendengar kata-kata “senjata tradisional”? Mungkin keris, badik, atau tombak menjadi beberapa yang ada di pikiran Anda. Jika iya, mari kita berkenalan dengan senjata tradisional lain, kali ini yang berasal dari Provinsi Jawa Barat, kujang.

Dilansir dari Kemdikbud, kujang berasal dari kata “kudi” dan “hyang”. “Kudi” berasal dari bahasa Sunda kuno yang bermakna sebuah senjata atau jimat yang memiliki kekuatan gaib. Sementara, “hyang” berarti dewa atau sesuatu yang dianggap Tuhan. Jadi, secara harfiah kujang bisa dimaknai sebagai senjata pusaka yang memiliki kekuatan dewa.

Secara harfiah kujang bisa dimaknai sebagai senjata pusaka yang memiliki kekuatan dewa.

Dahulu, kujang merupakan salah satu alat yang tercatat dalam naskah kuno Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian pada tahun 1518. Saat itu naskah ini dibuat oleh pemimpin Kerajaan Pajajaran, Prabu Siliwangi, sebagai pedoman hidup masyarakat Sunda. Isinya berupa arahan moral, budaya, adat istiadat dan kesenian khas Sunda Pajajaran. Di sana tercantum kujang sebagai salah satu alat pertanian yang digunakan untuk menebas tanaman perdu yang tumbuh di lahan yang akan ditanami padi, dan untuk menyiangi rumput.

Secara umum, anatomi kujang terdiri dari empat bagian, yaitu:

1. Papatuk atau congo

Merupakan bagian ujung yang lancip dan tajam.

2. Eluk atau silih

Merupakan bagian melengkung pada punggung kujang.

3. Tadah

Merupakan bagian lengkungan menonjol pada bagian perut kujang.

4. Mata

Merupakan lubang kecil pada bagian badan. Dalam perkembangannya, bagian mata juga sering dihiasi dengan logam perak, emas, atau permata yang berkilauan. Pada kujang yang dimiliki oleh raja, jumlah mata dapat mencapai 9 lubang.

Kujang biasanya terbuat dari besi, baja, dan bahan pamor (baja putih). Panjangnya mencapai 20-25 cm dan memiliki berat sekitar 300 gram.

Kujang biasanya terbuat dari besi, baja, dan bahan pamor (baja putih).

Jenis-Jenis Kujang

Kujang juga memiliki jenis-jenis yang bervariasi, terbagi berdasarkan bentuk dan fungsinya. Berdasarkan bentuk, kujang memiliki empat jenis, yaitu: pusaka (sebagai lambang keagungan dan perlindungan), pangarak (untuk berperang), pakarang (sebagai alat upacara adat), dan pamangkas (sebagai alat bertani).

Berdasarkan bentuknya, kujang terbagi menjadi tujuh jenis, sebagai berikut:

1. Kujang Ciung

Bentuknya seperti burung ciung. Kata “ciung” berasal dari kata “Ca’ang” yang mengacu pada Buana Nyungcung (tempat tinggal Sang Hyang Kersa dan letaknya paling atas). Kujang Ciung yang juga merupakan kujang pusaka yang berfungsi sebagai penolak bala. Konon, kujang jenis ini yang bermata tujuh pernah digunakan oleh Putra Mahkota Prabu Anom.

2. Kujang Jago

Bentuknya terinspirasi dari bentuk ayam jantan atau jago. Kata “jago” sendiri menggambarkan karakter atau sifat maskulin, untuk menyatakan bahwa wali negara atau pelaksana negara adalah para “jago”.

3. Kujang Bango

Bentuknya seperti burung kuntul atau bango. Nama Kujang Bango terinspirasi dari tokoh Banjar Nagara yang bergelar Ra-Hyang Banga atau Hariang Banga.

4. Kujang Bangkong

Bentuknya mirip katak. Kata “bangkong” berasal dari kata “Purba Hyang Kara” – “Bang Ka Hyang” – “Bangkong”, yang berarti ajaran Purba yang Agung atau Sunda Wiwitan.

5. Kujang Badak

Bentuknya seperti badak Jawa. Pada masa Pajajaran Nagara atau Dwipantara, ada tokoh yang bergelar Prabu Badak Singa, yang mengemban misi Kartanagara–Kartagama.

6. Kujang Naga

Dalam mitologi Hindu, Naga merupakan perpaduan antara binatang burung, ular dan rusa. Kujang Naga juga merupakan pusaka yang dimiliki oleh raja, ratu, atau wali negara.

7. Kujang Wayang

Kata “wayang” diambil dari nama Dewi putri Aki Tirem, istri Aji Saka II yang mendirikan Kuta di hulu sungai Maha Kama atau Kuta Nagara.

Makna Simbolis dan Penggunaan Kujang Kini

Selain jenis yang beragam, kujang yang juga merupakan salah satu lambang identitas masyarakat Sunda mengandung bermacam makna simbolis, seperti:

  1. Melambangkan kekuatan dan keberanian untuk melindungi diri dan hal yang benar.
  2. Menjadi simbol karatuan, keraton, atau negara.
  3. Menjadi lambang keagungan dan kebanggaan suatu kerajaan atau masyarakat.
  4. Menjadi refleksi ketajaman dan daya kritis, serta lambang kekuatan dan keberanian untuk memperjuangkan hak-hak dan kebenaran.

Sejalan dengan perkembangan zaman, fungsi kujang tidak lagi menjadi alat berladang. Fungsi kujang sebagai pamangkas atau alat bertani hanya banyak digunakan oleh masyarakat Baduy (Kanekes) dan Kuningan. Kujang kini menjadi benda simbolis yang berharga dan dianggap sakral.

Fungsi kujang sebagai pamangkas atau alat bertani hanya banyak digunakan oleh masyarakat Baduy (Kanekes) dan Kuningan.

Kujang kerap menginspirasi grafis beberapa lambang organisasi dan pemerintahan, yaitu salah satunya sebagai ikon kota Bogor yang juga dihadirkan dalam bentuk Tugu Kujang sejak tahun 1982. Mayoritas kujang yang beredar di masyarakat juga merupakan replika ataupun hasil modifikasi sesuai permintaan. Selain itu, kujang juga seringkali dijadikan sebagai benda koleksi, oleh-oleh, atau dekorasi rumah.

Informasi Selengkapnya
  • Indonesia Kaya

  • Indonesia Kaya

  • Kemdikbud
    Universitas Komputer Indonesia
    Kompas
    Kumparan
    Museum Nusantara
    Eduhistoria

This will close in 10 seconds