Cari dengan kata kunci

tari_ronggeng_blantek_1200.jpg

Tari Ronggeng Blantek Tari Kreasi dari Betawi

Tari kreasi baru dibuat untuk mempertahankan tradisi kesenian Betawi. Akarnya ada sejak zaman Belanda.

Kesenian
Tagar:

TANGAN para penari muda mulai mengayun. Kakinya maju mundur dan berjinjit sedemikian rupa. Pinggulnya melenggak-lenggok sementara kepala mengayun seirama gerakan pinggul. Musik gamelan kromong mengatur tempo gerak lincah mereka.

Itulah tari ronggeng blantek, atau kadang ditulis tari blantek, yang berasal dari pertunjukan rakyat Betawi masa penjajahan Belanda ini turut memperkaya khazanah seni tari Nusantara.

Ronggeng blantek merupakan tari kreasi baru yang diangkat dari teater rakyat Betawi, yaitu topeng blantek. Topeng merupakan sebutan untuk seni peran atau lawakan, sedangkan nama blantek diambil dari suara musik pengiring yang selalu berbunyi “blang blang tek tek”.

Menurut Yasmine Zaki Shahab dalam Betawi dalam Perspektif Kontemporer: Perkembangan, Potensi dan Tantangannya, topeng blantek pada mulanya dibawakan para pemula yang sedang belajar main topeng atau lenong. Iringan musiknya rebana biang. Ada juga yang diiringi gamelan sederhana. Malah kaleng yang dipukul bagai kromong. “Bunyi yang blentang blantek itulah kemudian melahirkan sebutan blantek,” tulis Yasmine Zaki Shahab.

Dahulu topeng blantek sendiri adalah pertunjukan teater rakyat yang biasa dipentaskan untuk menghibur para tuan tanah. Topeng blantek biasanya menceritakan tentang kehidupan masyarakat Betawi yang dikemas dengan lawakan.

Pertunjukan topeng blantek biasanya dibuka atau diawali dengan sebuah tarian ronggeng. Dalam perkembangannya tarian ini terlepas dan koreografernya mengemas bentuk kreasi tersendiri menjadi tari ronggeng blantek yang dipertunjukkan secara terpisah.

“Tari blantek (ronggeng blantek), diangkat dari pertunjukan teater Belanda, yaitu topeng blantek, di mana dalam memulai suatu pertunjukan, sebagai pembukaan, diawali dengan sebuah pertunjukan tari (ronggeng blantek), tulis Ensiklopedi Jakarta: Culture & Heritage Volume 3.

Kemunculan ronggeng blantek tak bisa dipisahkan dari proyek pengembangan kesenian Betawi yang diadakan pemerintah daerah DKI Jakarta sejak 1970. Hal ini didasari pesatnya modernisasi sedikit banyak telah membuat kesenian tradisional Betawi terpinggirkan. Maka, diadakan Lokakarya Tradisi Betawi untuk membangkitkan kesadaran masyarakat Betawi atas eksistensinya. Beragam tari dikreasikan dengan bersumber pada tradisi-tradisi yang telah lama ada dalam kebudayaan Betawi.

Namun baru pada 1978 Dinas Kebudayaan DKI Jakarta mengembangkan tari ronggeng blantek sebagai tari kreasi baru. Koreografernya adalah Wiwiek Widiyastuti, yang belajar tari sejak kecil serta mendalami tari di Bengkel Tari Bagong Kussudiardjo, Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI) Yogyakarta, dan Institut Kesenian Jakarta (IKJ).

Menurut Siti Uswatun Chasanah dalam skripsinya “Penerimaan Masyarakat Betawi Muslim terhadap Kesenian Musik Gambang Kromong dan Tari Ronggeng Blantek di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan”, ronggeng blantek adalah tari kreasi Betawi yang sengaja diciptakan dan diklasifikasikan dalam jenis tari topeng.

“Tari ronggeng blantek terdiri dari beberapa bagian, pertama pendahuluan, isi, kemudian penutup. Pada bagian penutup dimodifikasikan dengan memasukkan beberapa gerakan silat Betawi,” ujar Chasanah.

Berdasarkan keterangan koreografernya, Chasanah menyebut secara umum tari ronggeng blantek terbagi dalam tiga bagian gerakan. Bagian pertama ialah gerakan lemah gemulai dengan ritme santai. Bagian kedua, ritme mulai cepat dengan gerakan tari yang enerjik. Dan ketiga, tari ronggeng blantek memasukan beberapa gerakan silat Betawi sebagai klimaks.

Tarian ini dipentaskan oleh 4-6 penari perempuan dengan mengenakan pakaian berwarna cerah. Kostum penarinya terdiri dari baju kebaya berwarna pink, kain tumpal putih dan selendang dengan motif burung Hong, toka-toka silang berwarna merah, ampok, serta serbet. Aksesoris di bagian kepala berupa kembang topeng, kalung bunga teratai bersusun tiga, pending, dan anting kuning. Penggunaan motif burung Hong atau burung phoenix yang berasal dari mitologi Tiongkok menunjukan adanya pengaruh Tionghoa.

Selain itu, menurut Chasanah, terdapat unsur Islam dalam pemilihan busana ronggeng blantek. Hal ini terlihat dari busana yang dibuat lebih tertutup dan gerakan tarian yang mempertimbangkan nilai kesopanan. Hal inilah yang membuat ronggeng blantek tidak dicitrakan negatif sebagaimana kebanyakan tari ronggeng di daerah lain.

“Sama halnya dengan gambang kromong, unsur-unsur Islam dalam tari ronggeng blantek disampaikan secara tersirat dalam gerak tari dan busananya, bukan dengan menampilkan simbol Islam secara mutlak,” tulis Chasanah.

Untuk mengiringi tari ronggeng blantek, dimainkan gamelan topeng Betawi yang terdiri dari rebab, tiga buah kenong, dan kecrek. Terkadang dipakai pula rebana biang. Dalam banyak variasi, sering dipakai pula perpaduan alat musik tanji, seperti terompet, trombone, baritone, gendang, gong, simbal, dan tehyan.

Dalam perkembangannya, gerakan tari ronggeng blantek dipakemkan. Berdasarkan rumusan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, ronggeng blantek memiliki gerakan-gerakan dasar yang terdiri dari 31 gerakan; masing-masing melibatkan gerak kaki, badan, tangan, dan kepala.

Gerakan tari ronggeng blantek sangat cepat, berenergi, dan luwes. Banyak istilah atau penamaan dalam gerakan dasar tari ronggeng blantek yang unik: lenggang rongeh, ogek, selancar ngepik, pakblang, ngepak blonter, tepak ngarojeng, koma gelong, goyang cendol ijo, dan sebagainya.

Jika dahulu tari ronggeng blantek dipentaskan sebagai pembuka pertunjukan topeng blantek, kini tarian tersebut justru menjadi pelengkap dalam pertunjukan topeng. Selain itu, tari ronggeng blantek dipentaskan di berbagai acara kebudayaan Betawi dan kerap digunakan sebagai penyambut tamu yang dianggap agung.*

Tagar:
Informasi Selengkapnya
  • Indonesia Kaya

  • Indonesia Kaya

  • Ensiklopedi Jakarta: Culture & Heritage Volume 3. Jakarta: Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Dinas Kebudayaan dan Permuseuman, 2005.
    Siti Uswatun Chasanah. “Penerimaan Masyarakat Betawi Muslim Terhadap Kesenian Musik Gambang Kromong dan Tari Ronggeng Blantek di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan”, skripsi di UIN Syarif Hidayatullah, 2014.
    Yasmine Zaki Shahab. Betawi dalam Perspektif Kontemporer: Perkembangan, Potensi dan Tantangannya. Jakarta: Lembaga Kebudayaan Betawi, 1997

This will close in 10 seconds