Cari dengan kata kunci

Kethoprak Conthong mempersembahkan lakon berjudul Sang Presidhen

kethoprak-conthong-mempersembahkan-lakon-berjudul-sang-presidhen1.jpg

Kethoprak Conthong mempersembahkan lakon berjudul Sang Presidhen

Pertunjukan Kethoprak Conthong dalam lakon berjudul Sang Presidhen yang didukung oleh Bakti Budaya Djarum Foundation telah dilaksanakan pada tanggal 17 – 18 Juni 2018, bertempat di Gedung Concert Hall, Taman Budaya Yogyakarta.

Agenda Budaya

Pertunjukan Kethoprak Conthong dalam lakon berjudul Sang Presidhen yang didukung oleh Bakti Budaya Djarum Foundation telah dilaksanakan pada tanggal  17 – 18 Juni 2018, bertempat di Gedung Concert Hall, Taman Budaya Yogyakarta. Lakon yang disutradarai Sumarwata dan Susilo Nugroho ini mengangkat kisah kepahlawanan Sardjito yang merupakan salah satu pendiri Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Sardjito, sekaligus salah satu tokoh penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Lakon ini menceritakan saat akhir November 1945 Bandung rusuh sebagai akibat adanya ultimatum Kolonel Macdonald agar warga Bandung menyingkir dari kawasan Bandung utara. Ultimatum itu dilawan oleh laskar republik dengan melakukan serangan sporadis. Dr. Mas Sardjito sebagai kepala Institute Pasteur Bandung yang memproduksi berbagai vaksin memperkirakan bahwa kerusuhan itu akan semakin berkembang. Mengingat saat itu baru terjadi wabah penyakit, keselamatan alat dan vaksin menjadi sangat penting. Karena itu ia bertekad memindahkan Institute Pasteur Bandung ke rumah sakit Tegalyasa Klaten.

Di bawah koordinasi Ray Soekoemi (istri Mas Sardjito) peralatan diangkut dengat kereta api. Sedangkan vaksin cacar ditorehkan di kerbau dan digiring ke Klaten.

Perkiraan Mas Sardjito benar. Sebentar kemudian, tangggal 23 Maret tahun 1946. terjadi peristiwa Bandung Lautan Api. Sementara di Klaten Mas Sardjito dapat melakukan berbagai penelitian, membuat vaksin, menjadi ketua PMI bahkan bersama beberapa rekan, diantaranya dr. Abdulrahman Saleh dan Herman Johanes, mendirikan Perguruan Tinggi Kedokteran. Kegiatan sangat banyak, tetapi tidak ada dana dari negara untuk membiayai semua itu. Bahkan gaji karyawan pun tidak ada.

Waktu terus berjalan, Dr. Abdulrahman Saleh gugur. Belanda kembali menduduki Yogyakarta. Yogyakarta menjadi rusuh. Laskar telah sepakat, suatu saat meski hanya sebentar, Belanda harus diusir. Biarlah bangsa-bangsa di dunia tahu bahwa republik masih ada. Biarlah bangsa-bangsa di dunia yang mengusir Belanda selamanya.

Di Sendang, Jimbung, Klaten Ray Soekoemi dibantu yu Walik, mbok Tirah, Tekon dan Lamis mendirikan rumah sakit darurat serta membuat roti dan nasi aking untuk bekal laskar yang berperang. Roti dan nasi aking bikinan Mas Sardjito itu dikirim ke Yogyakarta. Meski hanya sebentar laskar mampu mengusir Belanda dari Yogyakarta. Lalu pada 23 Agustus 1949 hingga 2 November 1949 diadakan konferensi Meja Bundar, Belanda dapat diusir dari Indonesia.

Untuk menunjukkan bahwa negara betul-betul ingin memajukan bangsanya, antara lain perlu memajukan bidang pendidikan. Maka berkumpulah para pimpinan Perguruan Tinggi. Mereka sepakat mendirikan Universitas yang diberi nama Universitit Negeri Gadjah Mada pada 19 Desember 1949. Mas Sardjito pun diangkat menjadi presiden, Presiden Universiteit Negeri Gadjah Mada.

Semoga kegiatan ini mampu memberikan inspirasi kepada masyarakat terutama generasi muda untuk terus berkarya serta meningkatkan rasa cinta dan kebanggaan sebagai bangsa Indonesia. Mencintai budaya adalah wujud rasa bangga dan cinta kita terhadap Indonesia, karena yang menyatukan bangsa adalah budaya. Cinta Budaya, Cinta Indonesia.

Tagar:

This will close in 10 seconds