Cari dengan kata kunci

‘Mahabarata : Asmara Raja Dewa’, Produksi ke 154 Teater Koma

mahabarata-asmara-raja-dewa-produksi-ke-154-teater-koma1.jpg

‘Mahabarata : Asmara Raja Dewa’, Produksi ke 154 Teater Koma

Dalam pementasan terbarunya kali ini, Teater Koma menghidupkan cerita klasik dewa dan pewayangan yang dikemas secara modern

Agenda Budaya

Didukung oleh Bakti Budaya Djarum Foundation, Teater Koma kembali menggelar pementasan terbarunya yang bertajuk Mahabarata: Asmara Raja Dewa yang dipentaskan di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, 16 – 25 November 2018. Setelah menggelar Gemintang yang bertema fiksi ilmiah di bulan Juni dan Juli lalu, kini Teater Koma mengangkat kisah kehidupan para dewa dan wayang. Pentas kali ini juga merupakan pembuka bagi semesta lakon-lakon Mahabarata lainnya.

“Dalam pementasan terbarunya kali ini, Teater Koma menghidupkan cerita klasik dewa dan pewayangan yang dikemas secara modern. Kolaborasi harmonis antara kostum, tata rias, desain artistik panggung, musik, serta multimedia yang didukung dengan kepiawaian para pemain di atas panggung mampu memanjakan mata kita. Teater Koma terus berproses kreatif tiada henti, karya demi karya mengalir sangat produktif. Konsistensi yang dilakukan menjadi inspirasi bagi kita untuk terus melakukan eksplorasi gagasan dalam menghasilkan karya kreatif,” ujar Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation.

Selain mendukung pementasan, Bakti Budaya Djarum Foundation juga berpartisipasi dalam program apresiasi seni pertunjukan Teater Koma, yaitu sebuah program yang bertujuan untuk mengajak 200 pekerja seni panggung teater, guru, dan mahasiswa di Jakarta untuk menonton pertunjukan Teater Koma. Program ini diharapkan dapat memberikan ruang apreasiasi bagi masyarakat terutama yang belum pernah nonton teater karya Teater Koma sebelumnya, sehingga mereka menemukan referensi mengenai sajian artistik serta konsep dramaturgi yang detil dari karya Teater Koma.

Dari kekosongan, Sang Hyang Wenang mencipta Tiga Dunia: Mayapada (dunia atas), Madyapada (dunia gelap), dan Marcapada (dunia bawah), beserta seluruh penghuninya. Lalu, terjadi perang dahsyat, perebutan kekuasaan antara Idajil dan Hyang Tunggal, pewaris Wenang. Idajil kalah, dibelenggu dan diasingkan. Setelah beberapa waktu, Hyang Tunggal lengser dan digantikan oleh Batara Guru.

Inilah kisah tentang Rajadewa, Batara Guru, dalam menjaga kedamaian Tiga Dunia yang selalu diusik oleh penghuni Dunia Gelap. Mereka selalu berhasrat merebut tampuk kekuasaan Tiga Dunia. Belum lagi Idajil, selalu menghasut para perusuh dari belenggu tempat pengasingannya.

“Ini lakon lama, kisah lama, tapi masih sangat memikat. Ini lakon para Dewa dan kemudian lakon penciptaan manusia. Genesis. Lakon ini tidak masuk kepada pakem. Ini lakon yang sumbernya bisa dari mana saja, maka tak heran jika kali ini Tanah Batak, Bugis, Toraja, Bali bahkan Yunani, Mesopotamia, dan Afrika menjadi sumber yang mampu menciptakan berbagai jenis seni dan daya kreativitas manusia,” tutur N. Riantiarno, penulis naskah dan sutradara Teater Koma.

Pementasan Mahabarata: Asmara Raja Dewa kali ini didukung oleh Idries Pulungan, Budi Ros, Sari Madjid, Alex Fatahillah, Dorias Pribadi, Daisy Lantang, Ratna Ully, Asmin Timbil, Raheli Dharmawan, Toni Tokim, Bayu Dharmawan Saleh, Angga Yasti, Tuti Hartati, Dana Hassan, Suntea Sisca, Julung Zulfi, Indrie Djati, Dodi Gustaman, Sekar Dewantari, Sir Ilham Jambak, Rangga Riantiarno, dan masih banyak lagi.

Tata busana Rima Ananda bersama tata rias Subarkah Hadisarjana dan tata rambut garapan Sena Sukarya dengan dukungan PAC Martha Tilaar, berpadu dengan tata artistik garapan Idries Pulungan, tata cahaya besutan Deray Setyadi, latar animasi dan multimedia olahan Deden Bulqini yang didukung oleh proyektor Epson. Dalam lakon ini, Epson menunjukkan bahwa proyektornya mampu memberikan warna pada panggung menggunakan 3 proyektor dengan rentang 12.500 hingga 25.00 lumens menjadikan pentas ini menjadi lebih berwarna dan meriah. Tata gerak kreasi Ratna Ully serta arahan instruktur vokal Naomi Lumban Gaol diiringi oleh musik komposisi dan aransemen karya Fero Aldiansya Stefanus. Lakon ini juga mendapat sentuhan tata grafis dari Saut Irianto Manik. Semua didukung oleh Pimpinan Panggung Sari Madjid, Pengarah Teknik Tinton Prianggoro serta Pimpinan Produksi Ratna Riantiarno, di bawah arahan Co-Sutradara Ohan Adiputra dan Sutradara N. Riantiarno.

Semoga kegiatan ini mampu memberikan inspirasi kepada masyarakat terutama generasi muda untuk terus berkarya serta meningkatkan rasa cinta dan kebanggaan sebagai bangsa Indonesia. Mencintai budaya adalah wujud rasa bangga dan cinta kita terhadap Indonesia, karena yang menyatukan bangsa adalah budaya. Cinta Budaya, Cinta Indonesia.

Tagar:

This will close in 10 seconds