Cari dengan kata kunci

IBUIBU BELU: Bodies of Border

ibuibu-belu-bodies-of-border.jpg

IBUIBU BELU: Bodies of Border

"IBUIBU BELU: Bodies of Border" adalah kulminasi dari dua tahun risetnya terhadap Likurai, sebuah tari tradisi yang merepresentasikan kesatuan sosial di Timor. Karya ini merupakan eksplorasi dari pencapaian dan pemisahan akibat kebijakan politik dalam hubungan global, nasional, dan lokal.

Agenda Budaya

Sebagai tindak lanjut keberhasilan karya tari Cry Jailolo, Balabala, dan SALT, penari dan koreografer Eko Supriyanto melebarkan lebih jauh pandangannya di Timur Indonesia untuk mengeksplorasi keunikan tari tradisi dan ritual di Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT). "IBUIBU BELU: Bodies of Border" adalah kulminasi dari dua tahun risetnya terhadap Likurai, sebuah tari tradisi yang merepresentasikan kesatuan sosial di Timor. Karya ini merupakan eksplorasi dari pencapaian dan pemisahan akibat kebijakan politik dalam hubungan global, nasional, dan lokal. Dipentaskan di Komunitas Salihara, Jakarta pada tanggal 6-7 Februari 2020 lalu, IBUIBU BELU: Bodies of Border dijadwalkan memulai tur dunianya di Asia, Australia, dan Eropa sepanjang tahun 2020.

Proyek ini diawali dari Festival Likurai yang diikuti enam ribu penari yang dilanjutkan dengan melatih secara intens enam penari non profesional dari Belu. Karya ini mengeksplorasi gerak, irama, nyanyian, dan tenun (kain tradisi setempat). Melalui materi-materi tersebut, Eko menciptakan bentuk-bentuk manifestasi tari Likurai yang mengandung ciri khas masyarakat Timor saat ini yang terpisah secara politik, antara NTT dan Timor Leste. Ingatan tersebut menubuh dalam enam penari setempat – salah satunya berasal dari Timor Leste – dan sejarah kehidupan mereka yang diekspresikan dalam Likurai. Kedua hal tersebut secara paradoks menunjukkan bahwa tubuh menghadapi tantangan batas-batas politik, namun dalam waktu yang sama juga mengalami keterpisahan. Karya tarinya ini berdasarkan riset artistik terkininya, IBUIBU BELU: Bodies of Border dicipta bersama enam penari perempuan dari Belu NTT sepanjang 2019-2020, yaitu: Marlince Ratu Dabo, Feliciana Soares, Angela Lavenia Leki, Yunita Dahu, Adriyani Sindi Manisa Hale, dan Evie Anika Novita Nalle.

Tim Artistik dan Produksi
Koreografer: Eko Supriyanto; Dramaturgi: Renee Sari Wulan; Penata Musik: Dimawan Krisnowo Adji; Penata Cahaya: Jan Maertens; Penata Busana: Vivi Ng, Erika Dian; Dramaturgy/Creative Presence: Arco Renz; Manajer Proyek: Isa Natadiningrat; Produser: Sadiah Boonstra; Asisten Koreografer: Riyo Tulus Fernando; Produksi: Ekosdance Company; Produser Eksekutif: Ratnasari Langit Pitu.

Pendukung Produksi
Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Timur (Atambua), Asia TOPA (Melbourne, Australia), SPRING Festival (Utrecht, Belanda), Teater Im Pumpenhaus (Munster, Jerman), TPAM – Performing Arts Meeting in Yokohama (Yokohama, Jepang), Komunitas Salihara (Jakarta,Indonesia, dan Ratnasari Langit Pitu (Jakarta,Indonesia). Dokumentasi: Komunitas Salihara/ Witjak Widhi Cahya.

Semoga kegiatan ini mampu memberikan inspirasi kepada masyarakat terutama generasi muda untuk terus berkarya serta meningkatkan rasa cinta dan kebanggaan sebagai bangsa Indonesia. Mencintai budaya adalah wujud rasa bangga dan cinta kita terhadap Indonesia, karena yang menyatukan bangsa adalah budaya. Cinta Budaya, Cinta Indonesia.

Tagar:

This will close in 10 seconds