Cari dengan kata kunci

Komunitas Seni Kuaetnika Persembahkan Konser Bertajuk “Sesaji Nagari”

komunitas-seni-kuaetnika-persembahkan-konser-bertajuk-sesaji-nagari.jpg

Komunitas Seni Kuaetnika Persembahkan Konser Bertajuk “Sesaji Nagari”

Kuaetnika kerap memberikan kejutan kepada penikmat seni dengan penampilan mereka yang unik dan inspiratif.

Agenda Budaya

Komunitas seni Kuaetnika yang didirikan oleh Djaduk Ferianto, Butet Kartaredjasa, dan Purwanto meluncurkan album baru melalui konser bertajuk Sesaji Nagari. Didukung oleh Bakti Budaya Djarum Foundation, konser ini diselenggarakan pada tanggal 23 Februari 2019, pukul 20.00 WIB di Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki, Jakarta, dan tanggal 10 Maret 2019, pukul 20.00 WIB di Concert Hall Taman Budaya, Yogyakarta. 

“Sebagai komunitas seni yang telah berkiprah di dunia musik tanah air maupun internasional selama 23 tahun, Kuaetnika kerap memberikan kejutan kepada penikmat seni dengan penampilan mereka yang unik dan inspiratif. Para personil Kuaetnika senantiasa menggali dan memadukan musik tradisi dengan berbagai instrumen elektrik. Sebuah harmoni yang unik dan indah dapat didengarkan oleh penikmat seni dari perpaduan antara alat musik tradisi dengan instrumen elektrik. Tak hanya itu saja, Kuaetnika juga memadukan dan mengeksplorasi alat musik tradisi dengan mainan anak-anak dan bahkan peralatan dapur. Kami harap, nuansa baru yang kaya warna ini dapat dinikmati dan mempesona para penonton,” ujar Renitasari Adrian, Program Director, Bakti Budaya Djarum Foundation. 

Konser Sesaji Nagari yang diaransemen oleh Djaduk Ferianto dan Kuaetnika, mempersembahkan lagu terbarunya seperti, Sesaji Nagari, Ulan Andung-Andung, Batanghari, Kadal Nongak, Lalan Belek, Doni Dole, Anak Khatulistiwa, Made Cenik, Sigule Pong dan Air Kehidupan. Dalam perjalanannya, Kuaetnika telah mengeluarkan beberapa album musik sekaligus menggelar konser, seperti: Nang Ning Nong Orkes Sumpek (1996), Ritus Swara (2000), Unen Unen (2001), Many Skyns One Rhythm (2002), Pata Java (2003), Raised From The Roots, Breakthrough Borders (2007), Vertigong (2008), Nusa Swara (2010), Gending Djaduk (2014).

“Ragam budaya Indonesia dapat kita lihat hampir di setiap daerah yang ada di Indonesia, terutama musik daerahnya. Setiap daerah memiliki alat musik khas dengan bentuk dan bunyi-bunyian yang unik yang membedakan daerah satu dengan daerah lainnya. Seiring berjalannya waktu, kian lama nada dan melodi indah ini semakin jarang terdengar di telinga kita, khususnya generasi muda. Berangkat dari hal tersebut, kami mencoba melakukan inovasi dengan menyajikan aransemen dan memadukan musik tradisi dan menambahkan unsur modern. Kami harap, inovasi yang kami lakukan dapat menyelaraskan semangat ke-Indonesia-an dari ujung barat hingga ujung timur, merekatkan kembali apa yang disebut Indonesia dan mengingat kembali menjadi orang Indonesia yang menghargai keberagaman,” ujar Djaduk Ferianto.

Didirikan pada tahun 1996, Kuaetnika dibentuk sebagai sebuah upaya dialog di dalam bermusik. Sebuah upaya menafsirkan kembali musik – musik tradisi dengan semangat inovasi sehingga dapat dinikmati dalam nuansa yang lain dan menggugah selera generasi kini. Berbagai festival internasional yang telah diikuti Kuaetnika antara lain: Workshop and Performance of Contemporary Music at the Rentak dan Gerak (Rhythm & Movement) di Akademi Kebangsaan Malaysia (Kuala Lumpur 2001), Indonesian Arts Festival (Brisbane, Australia 2007), Indonesian Rock with Kuaetnika (Melbourne Australia 2007), Pesta Raya Malay Festival Art (Esplanade Singapura 2008), Darwin Festival (Australia 2008), Vienna Jazz Festival (Austria 2009), Adelaide Centre Oz Asia Festival (Australia 2009), Museum Sufer Fest (Frankfurt, Jerman 2015), Gamelan International Festival (Terengganu Malaysia 2015).

Semoga kegiatan ini mampu memberikan inspirasi kepada masyarakat terutama generasi muda untuk terus berkarya serta meningkatkan rasa cinta dan kebanggaan sebagai bangsa Indonesia. Mencintai budaya adalah wujud rasa bangga dan cinta kita terhadap Indonesia, karena yang menyatukan bangsa adalah budaya. Cinta Budaya, Cinta Indonesia.

Tagar:

This will close in 10 seconds