Cari dengan kata kunci

1129_thumb_Masjid_Agung_Demak.jpg

Masjid Agung Demak, Pusaka Tanah Jawa

Dibangun Walisongo sebagai pusat kerajaan Islam pertama di Jawa Tengah dan tempat para ulama menyebarkan ajaran Islam.

Pariwisata

SEBUAH bangunan tua masih kokoh berdiri di jantung Kota Demak, bersebelahan dengan alun-alun dan kantor bupati. Arsitekturnya unik karena memiliki bentuk atap berundak tiga (limasan) dan menggunakan atap dari kayu (sirap). Sebagian besar strukturnya terbuat dari kayu.

Di samping masjid terdapat menara yang menjulang. Sementara di sekitar masjid terdapat museum makam raja-raja Demak beserta keluarga, dan peninggalan bersejarah lainnya. Terlihat sederhana tapi meninggalkan kesan mendalam.

Kesederhanaan juga terasa begitu memasuki masjid. Serambi depan masjid berbentuk bangunan terbuka dengan tiang-tiang ukiran yang memiliki bentuk menarik sebagai penyangganya. Masjid memiliki lima pintu yang bermakna rukun islam, yaitu syahadat, shalat, puasa, zakat dan haji. Sementara rukun iman tercermin pada enam jendela yang dimiliki masjid ini.

Bagian menarik lainnya, terdapat pada pintu utamanya yang disebut pintu bledheg (pintu petir) yang konon adalah gambar petir yang ditangkap dan digambar oleh Ki Ageng Selo. Pintu ini terbuat dari kayu jati yang dipenuhi ukiran cantik bergambar dua kepala naga. Ada pula prasasti bergambar bulus (hewan sejenis kura-kura).

Itulah Masjid Agung Demak. Sebuah masjid yang bersejarah yang mengiringi perkembangan Islam di Jawa dan seiring berdirinya Kerajaan Demak pada akhir abad ke-15 setelah keruntuhan Kerajaan Majapahit. Masjid ini dibangun para penyebar agama Islam di Jawa atau dikenal dengan sebutan Walisongo (sembilan wali).

Sejumlah babad mengisahkan soal pembangunan Masjid Agung Demak. Salah satunya, dan yang terperinci, adalah Babad Jaka Tingkir.

Konon, pada hari Senin, berkumpulah para wali dan para dipatinya. Tak terkecuali para pembesar daerah. Disaksikan pula oleh para adipati, para pandita, ulama, dan lain-lain. Pertemuan membicarakan maksud para wali untuk mendirikan sebuah masjid besar sebagai tempat berembug, berkumpul, menjalankan ibadah salat Jumat. Sebuah bangunan yang indah untuk dijadikan “pusaka bagi Negara Demak” dan “dikeramatkan oleh para ratu di Tanah Jawa.” Masjid ini akan menggantikan masjid lama yang diprakarsai pembangunannya oleh Sunan Ampel.

Dibahas pula pembagian tugas masing-masing. Para wali bertanggung jawab atas pembangunan empat tiang utama (saka guru), penopang utama struktur seluruhnya. Pekerjaan lainnya dibagi kepada kerabat kerajaan, bangsawan, bupati, para ksatria (elite militer), hingga para mantra. Sedangkan Jemaah atau masyarakat umum diberi tugas menyelesaikan bagian atas (sirap) atas dasar gotong-royong (urunan).

Menurut Nancy K. Florida yang membedah Babad Jaka Tingkir dalam karyanya Menyurat yang Silam Menggurat yang Menjelang, pembagian itu menunjukkan bagaimana para wali merencanakan suatu hierarki skematis kekuasaan dengan puncak atau lebih tepatnya fondasi hierarki tersebut dimapankan untuk para wali.

Babad Jaka Tingkir juga menjelaskan terperinci proses pembangunan masjid. Termasuk bagian terpenting di mana “secara ajaib” Sunan Kalijaga membuat tiang dari potongan-potongan balok (saka tatal) dan menentukan arah kiblat. Pembangunan Masjid Agung Demak rampung tahun 1608 M atau terpaut 27 tahun dari berdirinya masjid lama.

“Atas kesepakatan para Wali Agung, di pindahlah masjid lama dari tempat semula ke Suranatan. Konon mesjid lama itu hanya diperuntukkan ibadah sang ratu saja, dinamakan pula ‘masjid-jero’ (jero berarti di dalam),” tulis Babad Jaka Tingkir.

Dengan membangun Masjid Agung Demak, kata Nancy K. Florida, para wali meninggalkan warisan yang langgeng bagi kuasa raja di Jawa. Dan proyek itu berhasil.

“Tradisi-tradisi babad (‘Utama’ dan yang lainnya) mengukuhkan bahwa jauh sesudah kejayaan Demak berlalu, Masjid Agungnya tetap lah menduduki status sebagai satu dari pusaka utama bagi ‘Tanah Jawa’ dan bagi para penguasanya,” tulis Nancy K. Florida.

Masjid tetap berdiri kokoh meski ada peralihan dari Demak ke Panjang lalu Mataram. Bahkan ketika masjid dalam kondisi parah, pemerintah kolonial memerintahkan para raja Surakarta dan Yogyakarta untuk mengurus pemugarannya. Nilai penting masjid ini tak lenyap pada masa Orde Baru, yang merampungkan pemugaran tahun 1987.

Masjid Agung Demak juga punya arti penting bagi umat Muslim di Jawa. Menurut sejarahwan Belanda H.J. de Graaf dan Th. Pigeaud dalam Kerajaan Islam Pertama di Jawa, keberadaan masjid ini amat penting bagi alam pikir orang Jawa. “Kenyataan itu disebabkan oleh perkembangan sejarah. Masjid Demak telah menjadi pusat kerajaan Islam pertama di Jawa Tengah,” tulis de Graaf dan Pigeaud.

Saking pentingnya, ada anggapan kalau mengunjungi Kota Demak dan makam orang-orang suci di sana dapat disamakan dengan naik haji ke Makkah. Sampai abad ke-19, Demak dipandang sebagai tanah suci.

“Itulah yang terutama menyebabkan nama Demak dalam sejarah Jawa tetap tidak terlupakan di samping nama Majapahit,” tulis De Graaf dan Pigeaud.

Masjid Agung Demak menjadi tempat para ulama menyebarkan ajaran Islam di Jawa. Hingga kini, salah satu masjid tertua di Indonesia ini masih menjadi pusat syiar Islam. Banyak acara tahunan yang rutin diadakan untuk menyambut perayaan-perayaan besar Islam.

Dalam rangkaian Hari Raya Idul Adha, pemerintah Demak rutin mengadakan acara Grebeg Besar. Dikutip laman resmi Pemerintah Kabupaten Demak, perayaan Grebeg Besar dimaksudkan untuk penghormatan dan rasa syukur atas perjuangan para leluhur, terutama Sunan Kalijaga, dalam menyebarkan ajaran Islam.

Acara lain yang juga cukup rutin diadakan di Masjid Agung Demak adalah Pawai Pajang Jimat untuk memperingati haul (peringatan wafatnya) Raden Fattah, sultan pertama Demak. Pemerintah Kabupaten Demak, beserta pengurus masjid, juga menyediakan fasilitas untuk acara-acara seperti doa bersama, khitanan massal, dan lain-lain. Halaman masjid yang luas memungkinkan banyak acara digelar di sana.

Masjid Agung Demak terletak di Jalan Sultan Fatah, Kelurahan Bintoro, Kecamatan Demak, Kota Demak, Provinsi Jawa Tengah. Kalau berkunjung, Anda akan menjumpai gambar-gambar Masjid Agung Demak yang memperlihatkan perkembangannya dari waktu ke waktu. Sekalipun sebagai tempat ibadah, masjid ini menjadi salah satu tujuan wisata ziarah utama di Jawa.*

Informasi Selengkapnya
  • Indonesia Kaya

  • Indonesia Kaya

  • Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Babad Jaka Tingkir, dialihbahasakan oleh Moelyono Sastronaryatmo. Jakarta: Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia Dan Daerah, 1981.
    H.J. de Graaf dan Th. Pigeaud. Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Jakarta: Grafiti, 2001.
    Nancy K. Florida. Menyurat yang Silam Menggurat yang Menjelang. Yogyakarta: Bentang Budaya, 2003.

This will close in 10 seconds